Semua manusia memiliki jatah yang sama dalam sehari, seminggu sebulan atau setahun. Tapi mengapa hasil pencapaian sesorang dalam kehidupannya bisa berbeda?
Usama bin Zaid, sahabat Nabi berumur 20 tahun misalnya, telah mampu memimpin dan mengelola pasukan tempur sebanyak 3rb prajurit pada saat penaklukan kota yang berada dalam kekuasaan Romawi. 3rb pasukan itu setara dengan 3 batalyon. Satu batalyon biasanya beranggotakan 1000 prajurit dan dipimpin oleh perwira bepangkat Kolonel dengan umur antara 40-50tahun.
Pertanyaannya, kapan dan bagaimana bang usama itu mengelola dan memanfaatkan waktunya untuk belajar, untuk berlatih, untuk bermain, refreshing atau bercengkrama dengan rekan-rekannya. Sehingga dengan usia semuda itu ia telah memiliki pengetahuan dan mental untuk memimpin pasukan yang demikian banyak?
Sementara pada usia yang sama kita bahkan belum mampu memimpin panitia 17an di kelurahan. Bahkan pada saat umur telah hampir menginjak kepala 4 seperti saya, kita masih kewalahan mengatur organisasi dengan jumlah manusia di bawah 20 orang?
Setelah melakukan refleksi, ternyata betul bahwa sebagian besar manusia itu merugi karena seringkali menyia-nyiakan waktu yang kita miliki. Karena tak mampu memanfaatkan waktu pada saat remaja untuk belajar dan mengasah kererampilan, akibatnya pada saat umur telah mencapai 30 tahun, pengetahuan dan mental kita ternyata masih jauh tertinggal.
Entahlah, dulu saya tidak terlalu percaya bahwa ada hubungan antara prestasi seseorang dengan kemampuannya menghargai waktu. Artinya, mereka yang cenderung bersikap tepat waktu akan cenderung lebih berprestasi dibandingkan seseorang yang tak bisa bersikap tepat waktu. Namun kini saya percaya dengan teori itu.
Dan sayapun sangat percaya bahwa teori itu juga berlaku pada sebuah organisasi bisnis. Bahwa organisasi yang tak mampu menghargai waktu akan sulit berkembang dibandingkan dengan organisasi yang mampu mengatur waktu dengan tegas.
Bayangkan, apa jadinya sebuah organisasi bisnis jika setiap bulan selalu telat membayar gaji untuk karyawannya. Selalu telat menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan customer kepadanya. Selalu lalai membayar hutangnya kepada pihak ke-3. Dan apa jadinya organisasi bisnis apabila karyawan yang bekerja dalam organisasi bisnis tersebut tak memiliki rentang waktu yang jelas dalam bekerja.
Sangat mustahil bukan organisasi tersebut akan maju?
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mulai belajar untuk menghargai waktu. Menghargai waktu adalah entry point agar kita dapat lebih terampil dalam mengelola waktu. Dan keterampilan dalam mengelola waktu adalah entry point bagi sebuah kesuksesan.
Dan apabila kita menjadi orang yang gagal menghargai waktu kita sendiri, setidaknya kita tak boleh gagal untuk belajar menghargai waktu orang lain.
Pontianak, 19 Desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?