Imam adalah nama seorang sahabat saya semasa kuliah dulu. Perjumpaan terakhir dengannya terjadi menjelang pilpres tahun 2009 lalu. Saat itu saya sedang mengalami sakit psikologis akut. Sebuah kondisi psikologis dimana saya tak mampu mengendalikan emosi saya dengan baik. Hal ini menyebabkan Saya tak bisa berhenti berpikir dan berbicara.
Saat itu, jika saya berbicara seringkali yang dibicarakan adalah hal-hal aneh yang tak bisa dipahami oleh orang awam. Dan seringkali materi pembicaraan saya sampaikan dengan emosi yang meledak-ledak dan secara mendadak dapat disertai dengan tangis sesenggukan. Heheee..entah penyakit jiwa seperti apa yang saya alami saat itu. Yang jelas saya yakin ingatan saya masih normal, saya dapat mengingat dengan detail apa saja yang saya pikirkan dan lakukan saat itu.
Dalam kondisi sakit tersebut, Imam adalah salah satu sahabat yang selalu setia menemani saya selama di Jogja. Ia selalu sabar mendengarkan ocehan saya yang tak jelas juntrungannya, dan selalu tak kontekstual saat berkomunikasi.
Ia pun tak pernah marah dengan perilaku saya yang suka aneh-aneh serta tak pernah menolak saat saya minta ditemani pergi mengunjungi berbagai tempat yang aneh.
Saya merasa berhutang budi dengannya. Tanpanya mungkin saya akan menjadi korban kemarahan berbagai pihak yang tak suka dengan ocehan dan sikap saya. Kemungkinan Imam lah yang selalu mengkondisikan teman-teman saya sehingga mereka bisa memaklumi pikiran, ocehan dan perkataan saya.
Pertengahan Desember lalu saya berkesempatan mengunjungi Kota Jogja. Kesempatan itu saya niatkan untuk bertemu dengan sahabat saya tersebut. Saya mengiriminya sms yang berisi ajakan untuk bertemu. Ia menyambut baik ajakan saya.
Kamipun bertemu di sebuah kafe yang berada di jalan taman siswa.
Setelah menanyakan keadaannya dan keluarga, kamipun terlibat dalam obrolan panjang.
Banyak hal yang kami bicarakan. Tentang kondisi teman-teman pergerakan, tentang dinamika politik lokal, tentang strategi ekonomi-politik, dsb.
Setelah ngobrol dalam tema yang beraneka, saya merasa respect kepadanya. Ternyata setelah sekian lama tak berjumpa, pengetahuan dan keterampilannya bertambah luas, namun prinsip hidup dan perilakunya tak banyak berubah. Ia masih tetap konsisten menjalankan aktivitas yang ia yakini benar. Ia masih memiliki sistematika berpikir yang rapi. Gagasan-gagasanya membumi, tidak njelimet seperti kebanyakan mantan aktivis gerakan lainnya. Penampilannya juga tak banyak berubah, masih berkacamata, rambut, kumis dan jenggot hitam yang tak kompak (heheee), celana jins kaos dan ransel.
Sebuah performa yang sama dengan masa-masa sebelumnya. Sama seperti dulu saat kami masih sama-sama beraktivitas dalam gerakan mahasiswa. Sama seperti 4 tahun yang lalu saat ia menemani saya yang mengalami kebablasan emosi akut.
Sangat jarang mantan aktivis yang tetap konsisten dengan gagasan dan perilaku yang masih memegang erat idealisme dan moralitas seperti sahabat saya yang satu ini. Di era yang kacau ini banyak mantan aktivis yang larut dengan arus keserakahan lalu jatuh tersungkur karena lemah mengokohkan moralitas. Yang tak ikut arus, hidup dalam keridakpercayaan diri, keraguan, kemiskinan informasi dan kekeringan spirit.
Dalam hati saya beropini bahwa sesungguhnya saat ini kita memerlukan personal-personal seperti Imam, individu yang konsisten, teguh memegang prinsip, selalu bersemangat, sederhana dalam berpikir dan menjalani hidup,mandiri, peka dan peduli yerhadap lingkungan, serta selalu produktif dalam menggagas dan berbuat untuk kepentingan orang banyak. Saya yakin cepat atau lambat masyarakat akan merindukan sosok seperti ini untuk memimpin mereka.
Saya tak tau bisa berbuat dan harus berbuat apa untuk membayar hutang budi saya kepadanya. Yang jelas saya selalu berdoa untuk kebaikannya. Ada dua doa yang saya sampaikan dengan sungguh-sungguh 4 tahun yang lalu dan hingga saay ini, yaitu agar ia menjadi imam keluarga yang sempurna dengan anugerah anak-anak yang sehat dan cerdas, serta kedua berharap agar ia diberikan kekuatan akal dan mental agar dapat menjadi imam bagi masyarakat di sekitarnya, entah dalam organisasi, lembaga kemasyarakatan, atau bahkan imam dalam wilayah politik. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?