Oke, saya ingin mengawali tulisan ini dengan refleksi pribadi tentang apa yang saya lakukan selama 13 tahun belakangan ini (2000-2013).
Rasanya begitu banyak yang telah saya kerjakan. Tapi ya itu, hanya 'rasanya' aja.
Apapun dikerjakan. Menjadi 'budayawan warung kopi' yang selalu berdiskusi di warkop siang- malam yang sesekali di sela-selanya menjadi komentator politik kelas warkop. Lalu sempat pula menjadi staf khusus orang nomor satu di kalbar nyambi kerja menjadi admin perusahaan swasta diperbatasan Malaysia. Lalu jadi konsultan di bidang pariwisata nyambi jadi pengusaha di bidang percetakan juga dan penasehat politik juga sambil ngajar jadi dosen mata kuliah pemasaran juga. Lalu coba-coba jadi pejabat di kampus juga, nyambi ngisi pelatihan disana-sini sekaligus jadi pekerja seni desain grafis. Dan kalau lagi senggang jadi komentator di facebook juga yang hiperaktif mengomentari segala hal. Apa-apa aja dikomentari, apa-apa dikritisi. Wah, kayak udah hebat-hebatnya aja. Padahal hanya komentator fb.
Sungguh rasanya begitu banyak yang dikerjaan. Tapi ya itu...hanya 'rasanya' saja. Bukan nyatanya.
Karena setelah dihitung-hitung, ternyata energi yang dikeluarkan tak sebanding dengan manfaat yang diterima saya pribadi dan lingkungan.
Hingga pada suatu ketika saya terjaga, lalu munculah pertanyaan reflektif, apasih manfaat waktu dan hidupku selama 13 tahun ini? Mengapa rasanya begitu banyak yang dikerjakan, namun tak ada satupun bangunan yang menjadi menara? Rasanya begitu banyak yang dilakukan tapi semua terasa hampa. Hampa di jiwa, hampa di harta juga.heheee.
Lalu, sebenarnya aku ini ingin jadi apa sih, mau kemana dan sedang ngapain sih? Kok kayaknya sibuk sendiri, resah sendiri...
Singkat cerita, setahun yang lalu munculah key word 'fokus' dalam benak saya. Lalu sayapun mulai belajar tentang fokus. Aneka literatur dan sumber informasi saya pelajari.
Sayapun mulai fokus sefokus-fokusnya. Yang pertama saya harus fokus dengan diri sendiri. Saya melakukannya dengan sangat kejam. Saya memutuskan komunikasi dengan lingkungan lama. Hal ini bukan pekerjaan sulit di dunia serba digital ini. Tinggal ganti nomor Hp, putus deh dengan lingkungan lama. Sayapun tak membaca koran, buku dan menonton berita televisi yang isinya korupsi dan korupsi lagi. Lalu saya memandirikan ekonomi dengan hanya mengandalkan kemampuan saya dalam desain grafis dan sedikit kemampuan menulis lalu mengolahnya menjadi produk dan layanan publik, sehingga tak bergantung kepada person to person tapi bergantung pada Tuhan. Sayapun 'membunuh' facebook saya, lalu berinteraksi secara offline dengan rekan-rekan sevisi dan segagasan dalam satu tempat.
Hasilnya? Yah secara material tak ada bedanya dengan yang lalu-lalu, hehee. Tapi saya merasa lebih bahagia. Karena jauh lebih tenang dan bisa punya waktu yang banyak untuk belajar bersama istri dan anak-anak di rumah, mengolah bisnis kreatif dan berbagi ilmu dengan 20an sahabat kreatif di swadesiprinting, berbagi ilmu melalui aktivitas tulis menulis dan forum diskusi yang sepi dari hiruk pikuk eksistensi serta menikmati keindahan alam semesta lewat aktivitas air rifle hunting yang saya gemari.
Sudah setahun hidup bersama Fokus, dan saya merasa hari ini hidup lebih indah dan selalu yakin bahwa hidup AKAN semakin indah.
catatan Bungben tentang sosial, politik, manajemen, marketing praktis, marketing amal shaleh, dan strategi bisnis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ORANG JAWA LEBIH JAGO BERPOLITIK
Iseng-iseng otak-atik angka durasi umur negeri-negeri di Pulau Jawa. Kesimpulannya orang Jawa itu lebih jago berpolitik daripada orang ...
-
Saya mengenal Pak Asui saat mengalami sakit migrain yang parah sekitar 9 tahun yang lalu. Saat itu entah berapa belas kali saya ke dokter...
-
Saya mengenal Mirani Mauliza sebagai salah satu istri dari Kyai Adi Pratama alias Bang Een. Bang Een adalah salah satu Pimpinan dari...
-
10 wasiat Sultan Agung Sultan Agung adalah Raja Pulau Jawa terbesar setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Wialyah kekuasaannya meliputi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?