Dalam 10 tahun terakhir energi bangsa ini telah terkuras habis oleh persoalan korupsi. Korupsi menjadi issue yang memalingkan kita dari persoalan-persoalan strategis yang berkaitan dengan manusia, pengetahuan dan lingkungan.
Formula untuk memberantas korupsi yang sangat sederhana menjadi persoalan yang rumit dan bertele-tele. Karena telah bercampur dengan kepentingan politik beberapa puluh orang yang memegang kendali pada negeri.
Padahal persoalan korupsi itu hanyalah persoalan pengaturan distribusi kekayaan dan peluang ekonomi. Silahkanlah kelola kekayaan negeri ini sampai puas, asalkan tak melarikan hasilnya ke luar negeri. Silahkan kuras minyak bumi, emas dan aneka tambang, tapi jangan sampai hasilnya dinikmati warga seberang yang jauh dan telah mapan peradabannya.
Saya yakin jika dikompromikan semua akan beres. Dan tak akan habis lumbung harta ibu pertiwi untuk memuaskan nafsu kemanusiaan mereka.
Tapi kompromi itu tak kunjung dilakukan. Semua bertikai. Hukum dan aparatnya dijadikan alat untuk saling menyingkirkan, saling mendominasi. Saya memprediksi ada kekuatan yang sangat besar yang secara terencana mengatur agar para pengelola negara saling curiga, saling sikut, saling singkir-menyingkirkan lewat issue korupsi. Kekuatan besar itu tidak menginginkan terjadinya kompromi agar bangsa ini sibuk terlena dan lalai mengurusi anak bangsanya sendiri. Kekuatan besar itu ingin generasi bangsa ini tetap bodoh tak berdaya.
Proses kompromi pernah dicontohkan oleh nenek moyang kita, khususnya dalam perjalanan sejarah sosial-politik masyarakat Kalbar. Di provinsi ini terdapat cukup banyak kerajaan/ kesultanan. kesultanan Pontianak, kesultanan kubu, kesultanan mempawah, kesultanan sambas, kesultanan landak, kesultanan sintang (?). Banyaknya kesultanan tersebut tidak berarti Kalbar menjadi daerah yang penuh dengan konflik. Saya menduga para pendahulu kita itu sangat meyakini kekayaan daerahnya yang berlimpah.Sehingga untuk mengelola dan memanfaatkannya tak perlulah hingga terjadi pertarungan politik apalagi peperangan. Saya menduga mereka telah berkompromi untuk saling berbagi dan memfokuskan energinya untuk membangun peradaban sosial-budaya.
Dan hasilnya luar biasa. Walaupun era peradaban modern jauh lebih muda dari peradaban di pulau Jawa, Kemajuan pesat terjadi disegala bidang. Pengetahuan, teknologi, pengelolaan alam, interaksi global, dsb.
Sayangnya, kesadaran kita sebagai pemimpin telah raib bersama tebalnya selubung keserakahan. Saking tebalnya, kita merasa kehilangan daya sehingga merasa tidak mampu bahkan hanya untuk menjawab persoalan-persoalan kecil di depan mata.
Jika bisa berbagi, kenapa harus korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?