Minggu, 26 Januari 2014

Tentang Akal Manusia

Kemarin baru selesai menyederhanakan proses pengembangan motivasi. Mudah-mudahan audah dapat diajarkan kepada teman-teman. Rencananya akan dilanjutkan pada proses pengembangan intelektual. Nah, alhamdulillah jumpa satu artikel yang bernilai tinggi sehingga bisa dijadikan salah satu inspirasi. Silahkan sama-sama kita nikmati.

KECERDASAN AKAL BUKAN SEGALA-GALANYA

oleh: Nazamuddin

Jadi, menurut pendapat berbagai pakar
pada otak inilah pusat potensi intelektual
sekaligus “Kecerdasan Intelektual (IQ)”.
Dengan demikian yang dimaksud dengan “IQ adalah kemampuan kita dalam melakukan aktivitas akal, baik dalam menerima, menyimpan, mengolah, maupun mengeluarkan informasi, lalu yang termasuk kedalam kategori IQ adalah membaca, menghafal, menulis, menganalisa dan berhitung”.
MenurutMuhamamad Zuhri :
“Bahwa IQ berhubungan dengan mengelola ala (alkauniyah), sehingga IQ sangat erat hubungannya dengan kemampuan kita dalam mengembangkan panca indra dan akal. Lewat ke duanya kita mampu melakukan pengamatan terhadap segala sesuatu yang ada di alam semesta,
kemudian di serap, di atur, di olah—baik melalui otak maupun tulisan–sehingga menjadi sebuah informasi; data; fakta, yang sangat dibutuhkan untuk berbagai
penelitian ilmiah. Dari hasil penelitianilmiahinilahmuncul berbagai disiplin Ilmu Pengetahuan”.
Namun demikian patut disadari, bahwa ilmu pengetahuan manusia ke absahannya sangatlah terbatas, sebagaimana terbatasnya kemampuan pancaindra dan akal. Sebab, pancaindra dan akal hanya mampu dalam menangkap sesuatu yang bersifat materi--itu pun belum tentu benar mutlak--sehingga ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam menyerap dan menangkapsetiap informasi yang
di alaminya.
Dengan demikian, jika kita ingin memperolehIlmu Pengetahuan yang pasti, yakin dan sahih; tidak akan diperoleh hanya lewat pancaindra dan akal toq ! melainkan harus melalui“Wahyu, Ilham, Hidayah, Qaromah” dari Allah Sang PemilikSegala Ilmu. Otomatis.
Oleh karena itu, menurutDr. M. Utsman Najti —dalam buku Al-Hadits Al-Nabawi—ada dua cara untuk memperoleh Ilmu Pengetahuan, yaitu:
Pertama; melalui pancaindra dan akal.
Cara ini bisa ditempuh oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam penelitian ilmiah mereka. Pengetahuan ini diperoleh dengan dimulai dari pengamatan terhadap hal-hal yang bersifat bisa ditangkap oleh pancaindra dan berakhir dengan membentuk konsepsi dan struktur akal yang lebih kompleks.
Kedua; melalui wahyu, ilham dan mimpi yang benar. Dengan cara ini manusia memperoleh pengetahuan model khusus yang dikirim Allah yang berisibeberaparealitas, hal-hal ghaib, dan perkara-perkara yang telah dan akan terjadi atau perintah untuk mengerjakan sesuatu.
Para ilmuwan di kalangan dunia Barat lebih banyak mendapat pengetahuan dari cara pertama, sehingga mereka sangat mengagungkan hasil penemuan lewat
pancaindra dan akal, akibatnya mereka menolak kehadiran wahyu (cara ke dua) dan mereka menganggap “wahyu atau dogma” itu bukan lagi wahyu dari Allah, tetapi dari para pemuka agama, sehingga mereka mulai mempertentangkan antara ilmu pengetahuan dengan wahyu atau agama.
Kemudian akal dianggap sebagai kunci kesuksesan, ketika Alfred Binet dan Theodore Simon —dua orang pakar Psichologi Prancis—
mengembang tes modern pertama tahun 1905.
Kemudian Lewis M. Terman dan Maud A. Merrill
—dua orang pakar PsichologiAmerika Serikat—
kemudian mengadaptasikarya ilmuwan Prancis menjadi sebagai Tes Stanford Binet , sebuah alat untuk mengukur tingkat IQ seseorang, kemudian jadilah IQ dianggap sebagai dewa kehebatan yang agung. Akhirnya yang terjadi adalah; karena IQ berkaitan dengan cara mengelolaalam—dengan mengabaikan perasaan—maka “manusia tak ubahnya seperti robot atau mesin komputer yang hanya bisa bertindak dan berbuat tetapi tidak berperasaan atau
tidak manusiawi alias tidak memiliki hati nurani”.
Kemajuan spektakulerdunia barat yang begitu canggih dihasilkan melalui karya IQ secara dhahir (fasilitas, sarana, peralatan, telekomunikasi, informasi dll), namun kropos secara bathiniah (Spiritual), menyebabkan terjadinya berbagai kegelisahan di berbagai belahan dunia, lalu pada dekade akhir-akhir ini
muncullahistilah EQ dan SQ.
Namun, saat ini apa gerangan yang terjadi di kalangan dunia Timur yang kebanyakan Muslim ? Mereka lebih banyak mendapatkan pengetahuan dari cara ke dua.
Mereka sangat mengagungkan wahyu dan mempelajarinya, tetapi mengabaikan ilmu pengetahuan empiris--hasil penemuan lewat olah pancaindra dan akal (IQ)—agak terabaikan, bahkan ada sebagian kalangan Muslim menolak kehadiran cara pertama.
Karena mereka menganggap kekuatan pancaindra dan akal saja akan banyak mendatangkan mudhorat dari manfaatnya.
Akibatnya umat Muslim “hanya puas pada batas pandai melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara merdu, lalu dipertandingkan dan hasilnya adalah sebuah prestise kebanggaan (Throphy), menyampaikan dalil-dalil ayat Al-Qur’an dalam bentuk Verbal teoritis dan sebagian diantaranya hanya mampu menjustifikasi atau melegalisasi bahwa apa-apa yang telah ditemukan oleh dunia Barat ada di dalam Al-Qur’an”.
Sayangnya Umat Islam tidak berupaya menjadikan Al-Qur’an sebagai pendorong untuk melahirkan karya-kaya ilmiah yang nyata,
bukan hanya terbatas dalam bentuk konsepsual atau kerangka teoritis . Para pemuka agama pun kebanyakan hanya mampu mengalih bahasakan; penyampaian informasi ayat dalam
tektual dan verbal , atau hanya sebatas
pemahaman teoritis (konsep-kosep, formulasi-formulasi) dari ayat-ayat Al-Qur’an, namun belummampu mengahasilkan karya nyata yang tersembunyidi balik ayat-ayat Allah tersebut.
Akhirnya umat Islam selalu tertinggal, kalah canggih baik dalam segi fasilitas, sarana, prasaran, peralatan, telekomunikasi, informasi dll, dan didzolimi dimana-mana. Pada hal sumber dari segala Ilmu Pengetahuan yang paling canggih sepanjang zaman ada dan tersedia di tangan umat Islam, yaitu Al-Qur’an
dan Hadist Nabi. Dan patut untuk menjadi catatan umat Islam, bahwa karya-karya yang dihasilkan oleh ilmuwan Barat beberapa abad yang lalu sampai saat ini, hampir semuanya
adalah merupakan estapet ilmu pengetahuan
yang telah dihasilkan oleh para pemikir Islam terdahulu, yang mereka jiplak atau mungkin juga mereka rampok saat terjadinya Perang Salib I dan II.
Tokoh-tokoh Ilmuwan Muslim terkenal pada zaman kejayaan Islam tersebut antara lain
Ibnu Al-Haitsam dengan nama asli Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Haitsam Al-Basri Al-Mishri
(lahir 965 M) lebih dikenal dengan nama
Alhazen, Avenetan, atau Avennethan adalah seorang pencetus “Teory Ilmiah”. Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi seorang tokoh Matematika penemu “Angka Nol”, lalu lahirlah angka-angka lain seperti angka 1, 2, 3, -1, -2, -3 dan seterusnya. Al-Battani dengan nama
lainnya Albategni atau Albategnius pencetus istilah Sinus, Kosinus, Tangen dan Kotangen dalam Matematika, atau Azimut, Zenit dan Nadir dalam Ilmu Astronomi. Ibnu Sina (981 – 1037 M) dikenal juga dengan nama Avecienna
sebagai Bapak Ilmu Kedokteran. Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakariya Al-Razi (865 – 925 M) dan Jabir Hayyan Al-Kufi (738 – 813 M) sebagai penemu Ilmu Kimia Kontemporer . Ibnu Majid yang menemukan “kompas modern”.
Ibnu Khaldun (lahir 27 Mei 1332 M) sebagai peletak pertama Ilmu Filsafat, Politik, Sejarah dan Sosiologi. Ibnu Batutah (1304 – 1377 M)
menemukan bidang Navigasi dan menjelajah dunia dari Rusia hingga Samudera Pasai. Ibnu Rusyd dikenal dengan nama lainnya Averroes (1126 – 1198 M) sebagai tokoh Filsafat, Sosiologi,Politik dan Sejarah.
Saat ini umat Islam dalam merespon hasil karya ilmiah dunia Barat setidak-tidaknya dapat dibagimenjadiempat golongan,yakni:
1. Ada golongan yang silau dan menelan mentah-mentah semua peradaban yang dihasilkan dunia Barat.
2. Menolak secara membabi buta peradaban dunia Barat.
3. Pilih-pilih sesuai dengan selera hawa nafsu.
4. Menerima dan atau menolak secara kritis berdasarkan ilmudan kebenaran.
IQ menurut Al-Qur’an adalah
“gabungan pembelajaran atau pembacaan antara wahyu dengan hasil pembacaan pancaindra dan akal, keduanya tidak bertentangan, akan tetapi saling melengkapi” .
Berbeda dengan makna IQ diantara dua kondisi–dunia Barat dan Dunia Islam--seperti dijelaskan di atas. Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa “Wahyu adalah untuk mengujikebenaran hasil penemuan ilmiah (hasil pembelajaran terhadap alam semesta)—melegitimasi kebenaran dan meluruskan kesalahan--, sedangkan ilmu pengetahuan
berguna untuk membuktikan bahwa wahyu itu benar dari Allah, karena wahyu (Kitab Suci)
adalah perkataan Allah, sedangkan ilmu pengetahuan (alam semesta) adalah perbuatan-Nya”.
Seperti kita ketahui bahwa wahyu pertama turun adalah Surah Al-‘Alaq. Kata Iqra’
dalam surah ini adalah kata seru (fi’il amr/interjection) dengan arti “Bacalah”. Kata ini berasal dari kata “qiraah” dengan arti:
membaca (tilawah); penalaran, penelitian, riset, observasi; analisis(muthala’ah); mengumpulkan (al-jam’u), dll yang intinya bermuara pada pembelajaran (at-ta’lim), sehingga dalam surah ini kata belajar (at-ta’lim) di ulang sampai tiga kali.
Dalam surah ini juga Allah tidak menyebutkan objek dari qiraah (bacaan), akan tetapi Imam Baidhawy dalam kitab tafsirnya
“Tafsir al-Baidhawy (Darul Kutub Ilmiah,
1999)” , mengisyaratkan bahwa yang dibaca itu adalah Al-Qur’an, namun tidak sedikit para ulama yang berpendapat bahwa objek dari qiraah tersebut bukan hanya Al-Qur’an, akan tetapi juga alam semesta, terutama tentang manusia itu sendiri, sebagaimana terulang dua kali dalam surah ini. MenurutProf. Dr. Quraisy Shihab dalam Agus Nggermanto (Pustaka Hidayah, l977) dalam tafsirnya mengatakan perintah Iqra’ mencakup tela’ahan terhadap
alam raya, masyarakat, diri manusia sendiri
serta bacaan tertulis baik kitab suci maupun bukan kitab suci.
Selain berbicara tentang “membaca”
sebagai sarana mengumpulkan ilmu, surah Al-Alaq’ juga membicarakantentang “menulis”, hal ini terungkap dari adanya kata “Al-Qalm”
dalam surah ini, yang berarti “Pena” (alat tulis) . Membaca dan menulis adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar dan mengajar.
Dalam sebuah “atsar” (perkataan sahabat) : “Ikatlah ilmu dengan tulisan (Qaidu al-‘ilmu bi al-kitabah)” dan perkataan :
“Barang siapa yang mengamalkan apa yang telah ia pelajari, Allah akan mewariskan ilmu yang belumia ketahui (HR. Abu Nu’aim).
Menurut para ahli Psichologi seperti
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki,
menyatakan bahwa aktivitas membaca sangat erat hubungannya dengan komunikasi verbal atau tulisan , bermanfaat untuk
“menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri”.
Dan menulis adalah salah satu sarana untuk menyembuhkan diri dari berbagai penyakit psichologisdan melenjitkanpotensi diri.
Jauh sebelumnya Allah telah membicarakan akitivitas menulis dan membaca kepada Nabi Muhammad SAW melalui Surah Al-‘Alaq. Menurut Dave Meier menyatakan:
“Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pembelajaran telah mengungkapkan fakta sangat mengejutkan. Jika sesuatu dipelajari dengan sungguh-sungguh, struktur internal sistem syaraf kimiawi (atau elektris) seseorangpunakan berubah. Sesuatuyang baru tercipta dalam diri seseorang—jaringan syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan hubungan baru.”

Sumber: nazambkl.blogspot.com/2012/07/kecerdasan-akal-bukanlah-segala-galanya.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Komentar?

ORANG JAWA LEBIH JAGO BERPOLITIK

Iseng-iseng otak-atik angka durasi umur negeri-negeri di Pulau Jawa. Kesimpulannya orang Jawa itu lebih jago berpolitik daripada orang ...