Bagian II dari 4 tulisan
Karena aktivitas internal kemahasiswaan sudah dilaksanakan
oleh BEM maka otomatis Senat Mahasiswa KBM-UJB tak memiliki ruang aktivitas di
internal. SM-KBM UJB akhirnya memiliih untuk beraktivitas di luar kampus.
Pertengahan tahun 1997 gerakan mahasiswa yang mengusung
issue anti Orde Baru semakin kencang. Issue yang awalnya digulirkan oleh
aktivis jalanan, saat itu mulai merasuk hingga ke organisasi formal kampus.
Demikain pula dengan organisasi-organisasi mahasiswa ekstra kampus seperti organisasi
mahasiswa yang berada dalam kelompok Cipayung. Walaupun masih belum terlalu
berani menyuarakan anti orde baru, suara-suara kritis pun mulai terdengar di
organisasi itu. Diantara beberapa organisasi kelompok Cipayung, Persatuan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tampak lebih progressif dibandingkan dengan organ-organ
lain. IIAN Sunan Kalijaga adalah salah satu basis organisasi PMII di
Yogyakarta.
Habis Aksi selfie ala tahun 98-an |
Di Kampus IAIN Sunan Kalijaga, konsolidasi mahasiswa sudah
dilakukan terlebih dahulu. Aktivis kampus, organisasi ekstra kampus (PMII) dan
aktivis jalanan yang bernaung di bawah Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta
(P3Y) telah berhasil melakukan konsolidasi dan menjadikan kampus IAIN Sukijo
sebagai kampus yang paling intens melakukan gerakan anti orde baru. Aksi-aksi
penolakan terhadap rezim orde baru terus disuarakan lewat diskusi, statement, aksi
mimbar bebas hingga aksi-aksi kolaboratif tingkat Kota.
Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta adalah organisasi
yang menaungi para aktivis jalanan asal UJB yang saat itu menjadi pengurus
SM-UJB. Organisasi ini dibentuk tahun 1996. Hasil perjalanan panjang dari
aktivis pro demokrasi sejak awal tahun 80-an di Yogyakarta. Lewat Heru Dumairy alian Bung Nongko,
mahasiswa FH-UJB angkatan tahun 80-an, saya mendapatkan penjelasan tentang
sejarah pendirian PPPY ini. Ia menjelaskan bahwa dahulu kala beberapa aktivis
pro demokrasi mendirikan Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY). Setelah
itu FKMY bubar lalu aktivisnya mendirikan dua organ baru yaitu Dewan Mahasiwa
dan Pemuda Yogyakarta (DMPY) dan Solidaritas Mahasiswa Yogykarta (SMY). SMY
lalu berevolusi menjadi Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMID) yang
berbasis di Fakultas Filasafat UGM, serta RODE yang menjadi faksi SMID yang
berbasis di UII. RODE lalu memisahkan diri dari SMID. Dari SMID lalu lahir
Persatuan Rakyat Demokratik (PRD) dengan Budiman Sudjatmiko sebagai tokoh
sentralnya. PRD melahirkan organ aksi yang intens melakukan aksi-aksi yang
sangat frontal, yaitu KPRP, Komite Pemuda Rakyat untuk Perubahan. DMPY kemudia
bubar dan beberapa akivisnya mendirikan P3Y. P3Y memiliki basis yang lebih
besar dibandingkan PRD dan RODE, karena berisi aktivis yang berasal dari
berbagai kampus swasta besar di Yogyakarta. P3Y kemudian membentuk Front Aksi
Mahasiswa Pembela Rakyat (FAMPERA) yang menjadi organ aksi yang sangat intens
menggelar demonstrasi sepanjang tahun 1997-1998 di Yogyakarta.
Kaharakter berpikir dari semua organisasi prodem tersebut
hampir sama. Basis ideologi utamanya adalah Marxisme. Taktik pergerakannya saja
yang agak berbeda. Jika SMID dan PRD lebih frontal, sedangkan RODE dan P3Y
lebih soft. Aktivis P3Y juga cenderung lebih dekat dengan pemikiran Soekarno
dan Tan Malaka. Lebih sosio-nasionalis.
Walaupun demikian karena berasal dari sebuah proses yang
sama, 3 organisasi para demonstran ini masih memiliki identitas yang sama.
Misalnya selalu menggunakan atribut berwana merah serta menjadikan lagu darah
juang sebagai lagu wajib dalam setiap aksi demonstrasi. Menjelang lengsernya
Soeharto hanya ada dua organisasi yang sangat menonjol melakukan aksinya, yaitu
PRD dengan KPRPnya dan P3Y dengan FAMPERA-nya. Sedangkan RODE hanya melakukan
aksi-aksi kecil di kampus UII. PRD menonjol karena aksi demonstrasinya
dilakukan dengan cara yang frontal. Setiap kali deminstrasi, peserta aksinya
tak banyak, puluhan orang saja. Namun karena selalu berujung bentrok dan rusuh,
aksi KPRP selalu menjadi obyek liputan wartawan dari media lokal dan nasional.
Sedangkan P3Y menonjol karena peserta aksinya yang berjumlah
lebih massif. Aksi demonstrasi yang diarrange oleh P3Y memang seringkali
berujung bentrok dengan aparat. Tapi tak sampai berakhir dengan kerusuhan yang
berkepanjangan sebagaimana yang dilakukan oleh teman-teman PRD/ KPRP.
Nah aktivis jalanan di UJB berasal dari P3Y. Maka tak heran Senat
Mahasiswa UJB lebih intensif membangun jaringan gerakan P3Y ini.
Lewat P3Y inilah dibentuk berbagai organ aksi yang
meilbatkan massa dari berbagai kampus di Yogyakarta. Basis P3Y terbesar ada di
IAIN salah satu lokusnya bernama KeMPed, Komite Aksi Mahsiswa untuk Perubahan
dan Demokrasi.
Dan setelah berdirinya KBM-UJB, Universitas Janabadra
menjadi basis massa terbesar kedua setelah IAIN Sukijo. Selain IAIN Sukijo dan
UJB, P3Y juga memiliki basis massa di Atmajaya, UMY, APMD (Akademi Pemerintahan
Daerah), serta jaringan aktivis yang berasal dari kampus swasta lainnya seperti
Universitas Veteran (UPN).
Selain intens berdiskusi dan menggelar aksi bersama
teman-teman P3Y. Senat Mahasiswa UJB
atas nama KBM UJB juga menjalin aliansi dengan kampus-kampus besar lainnya,
seperti Atmajaya, Muhammadiyah, APMD, UPN, Universitas Islam Indonesia serta
Universitas Gajah Mada.
Dalam sebuah pertemuan antar pengurus Senat Mahasiswa se
Yogyakarta, KBM-UJB mengusulkan pembentukan FKSMY, Forum Komunukasi Senat
Mahasiswa Yogyakarta. Ide itu dilontarlkan oleh Eko Prastowo dihadapan peserta
forum pertemuan. Gagasan itu diterima oleh rekan-rekan Senat Mahasiswa saat
itu. Lewat FKSMY inilah kemudian pertemuan-pertemuan lintas kampus semakin
intensif dilaksanakan.
Oya, perlu juga saya sampaikan, bahwa setelah perombakan
struktur organisasi dengan menerapkan pemerintahan mahasisiswa di UJB, kampus-kampus
lainnya kemudian menyusul. Setelah UJB, kalau tidak salah Universitas Gajah
Mada,lalu menyusul Universitas islam Indonesia.
AD/ART Keluarga Mahasiswa IAIN Sukijo dan KBM-UJB dijadikan
referensi utama bagi Senat Mahasiswa UGM dan UII untuk merombak organisasi
mereka. SM – UJB tentu dengan senang hati membantu mereka.
Selain membangun jaringan dengan kampus-kampus besar, SM-UJB
juga mulai menjalin komunikasi dengan
kampus-kampus kecil setingkat Akademi. Jalinan komunikasi tersebut semkain
intens mendekati lengsernya Soeharto tanggal 21 Mei 1998 dan setelahnya.
Otak dari pengembangan jaringan itu tentu bukan saya, tapi
Eko Prastowo. Dalam struktur organisasi SM-UJB, Eko Prastowo menjabat sebagai
Koordinator kebijakan srategis dan pengembangan jaringan. Semacam menteri luar
negeri kalau dalam sebuah negara. Maka ia lah yang sangat intens menjalin
komunikasi antara gerakan jalanan dengan aktivis kampus, serta membangun
komunikasi dengan aktivis kampus lintas perguruan tinggi. Sebagai mahasiswa
asli Jogja dan memiliki intensitas yang tinggi mengikuti diskusi dan pergerakan
mahasiswa pro demokrasi, ia sangat memahami medan pergerakan di Yogyakarta
dibanding saya.
Saya hanya ngikut aja sembari membantu membuat orat-oret
tentang skema dan bagan-bagan tentang goal setting. Persoalan tehnis itu saya
lakukan tentu dalam perspektif manejemen yang memang menjadi konsentrasi studi
saya.
Saat itu SM-UJB juga sangat intensif membangun opini dengan
menyampaikan rilis yang berisi statemen-statemen perlawanan kepada publik lewat
media lokal dan nasional. Apapun issue yang sedang beredar di tengah masyarakat
dikomentari oleh SM-UJB melalui statement resmi yang disampaikan kepada media. Termasuk
juga mengawal kasus pembunuhan Udin, wartawan Harian Bernas yang sangat kritis
saat itu.
Dalam setahun kliping berita yang memuat statement dari KBM
UJB ternyata bisa setebal skripsi. Dulu orang yang rajin mengumpulkan kliping
itu adalah Roni Sumbayak. Ia adalah mahasiswa angkatan 1997 hasil pengkaderan
awal KBM-UJB menggunakan kurikulum campuran. Ya gerakan jalan, ya aktivitas
kampus.
Saya tak tahu, apakah Roni Sumbayak masih menyimpan aneka
kliping itu. Kalaupun masih ada, saya masih ingin melihatnya untuk merefresh
memory tentang masa yang sudah begitu lama berlalu.
Kontribusi Keluarga Besar Mahasiswa UJB dalam perlawanan
terhadap rezim orde baru memuncak dalam 2 momentum. Pertama pada saat aksi sejuta
massa di Alun-alun Utara yang kemudian hari dikenal dengan istilah Pisowanan
Agung. Dan Kedua saat mendukung Gerakan Rakyat Yogyakarta (GRY) yang ‘memaksa’
DPRD Provinsi DIY untuk menetapkan Sultan HB X sebagai Gubernur DIY dengan
menduduki gedung DPRD Provinsi DIY selama sebulan penuh.
Bersambung.....
Beni Sulastiyo,
Pontianak, 27 Desember 2016
DOWNLOAD E BOOKNYA DI SINI
SILAHKAN KLIK DI SINI - DAPATKAN E BOOK GRATIS KARYA BUNGBEN LAINNYA
Beni Sulastiyo,
Pontianak, 27 Desember 2016
DOWNLOAD E BOOKNYA DI SINI
SILAHKAN KLIK DI SINI - DAPATKAN E BOOK GRATIS KARYA BUNGBEN LAINNYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?