Selasa, 27 Desember 2016

MENGINTIP GERAKAN MAHASISWA UJB TAHUN 90-AN: KBM-UJB DAN AKSI 20 MEI 1998

Bagian III dari 4 Tulisan

Aksi 20 Mei 1998 adalah sebuah aksi yang sangat spektakuler. Saat itu ada ratusan ribu bahkan bisa jadi jutaan rakyat, pemuda dan mahasiswa turun ke jalan demi menuntut lengsernya Soeharto. Hampir seluruh kampus menurunkan mahasiswanya. Tak ketinggalan organisasi kemahasiswaan, organisasi masyarakat dan masyarakat kampung. Bahkan organisasi kepemudaan bentukan ORBA seperti KNPI juga terlibat dalam aksi besar itu. Saat itu massa aksi memenuhi jalan-jalan di Kota Yogyakarta. Melakukan long march secara damai menuju alun-alun utara.

Pada saat yang sama ada digelar pula satu aksi yang berbeda. Yaitu aksi yang dilakukan di bundaran UGM. Aksi massa yang digelar di UGM itu di setting oleh aktivis kampus UGM dan UII. Tokoh nasional yang hadir pada saat itu adalah Amin Rais. Amin Rais adalah salah satu tokoh yang sering melontarkan kritikan terhadap Soeharto. Kata-kata reformasi menurut beberapa teman, berasal dari olah pikirnya. 

Namun massa aksi di bundaran UGM itu jauh lebih kecil dibanding aksi yang digelar di Alun-alun Utara Yogyakarta. Khabarnya jumlah masa aksi di bundaran UGM hanya belasan ribu saja. Dan semuanya adalah mahasiswa yang berasal dari UGM dan UII. Sedangkan jumlah masa aksi di Alun-alun Utara ratusan ribu bahkan menurut beberapa pengamat mencapai satu juta orang.

Aksi tanggal 20 Mei 1998 itu sesungguhnya adalah sebuah keberhasilan konsolidasi gerakan mahasiswa yang sangat membanggakan. Dan KBM UJB memiliki kontribusi sangat besar dengan proses konsolidasi itu. Mewakili KBM-UJB Senat Mahasiswa UJB sangat intensif menjalin komunikasi dengan kampus-kampus besar demi menyiapkan aksi rakyat yang menuntut lengsernya Soeharto.

Di bawah bayangan intimidasi aparat terhadap aksi-aksi mahasiswa dan di bawah bayangan intel-intel aparat yang berkumis tebal, kami melakukan berbagai pertemuan antar aktivis lintas kampus.

Bersama Eko Prastowo saya terlibat dalam pertemuan-pertemuan tersembunyi itu. Kami melakukan serial pertemuan yang intensif dengan Ketua-ketua Senat Kampus lainnya. Dengan La Ode Ridaya (Ketua SM UGM), Ridwan Baswedan (Ketua SM UII), Cahyadi (Ketua SM Universitas Muhammadiyah), Rozaki (Ketua SM IAIN SUKA), Yudhi (Ketua Senat UPN Yogyakarta) serta beberapa aktivis kampus lainnya seperti Atmajaya, APDN, IKIP Yogyakarta (sekarang UNY). Namun pertemuan yang paling intensif dilakukan bersama IAIN, UII, UGM, UPN dan UMY.

Sementara teman-teman P3Y juga tak kalah intensif mengorganisir masyarakat Yogayakarta untuk melakukan perlawanan terhadap Rezim Order Baru. Ada yang diberinama Mas Wiranto, Masyarakat Wirobrajan Anti Soeharto. Ada yang diberinama Laskar Witotomo, dsb.

Proses konsolidasi yang dilakukan secara senyap itu bertujuan untuk menggelar aksi besar dengan satu agenda: menuntut turunnya Soeharto. 

Hasil dari proses konsolidasi itu adalah kami semua sepakat untuk menggelar aksi bareng. Namun masih belum sepakat dimana dan kapan waktu yang pas.

Kami juga melakukan pertemuan intensif dengan Sultan HB X serta adik Sultan, Gusti Joyo untuk meminta agar Sultan dapat mengambil posisi bersama rakyat menyuarakan tuntutan agar Soeharto segera lengser dari kekuasannya. Pertemuan dengan Sultan HB X dan Gusti Joyo juga dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Saat itu Sultan dan keluarga Kraton Yogyakarta masih belum bersikap atas situasi nasional yang terjadi. Namun dari beberapa kali pertemuan, keberpihakan Sultan dan Kraton terhadap aspirasi mahasiswa semakin menggembirakan.

Seiring dengan respon positif tersebut, kami juga semakin intensif menggalang konsolidasi gerakan lintas kampus. Beberapa aksi besar berhasil digelar secara terbuka. Tak lagi berada dalam pagar kampus. Tapi jalanan. 

Aksipun digelar di jalan-jalan protokol depan Kampus IAIN, di UJB, di Atmajaya dan di Jalan depan Kampus Muhammadiyah. Seluruh aksi yang digelar tersebut sudah tak lagi mengatasnamakan kampus. Melainkan mengatasnamakan mahasiswa dan rakyat. Organisasi mahasiswa juga seakan telah melebur.

Saat itu sudah sulit membedakan mana aktivis kampus dan mana aktivis jalanan. Atribut kampus seperti jaket almamater tak pernah digunakan. Hanya dua kampus saat itu yang selalu menggunakan atribut kampus berupa jas almamater saat menggelar aksi, yaitu UGM dan UII. Diluar itu semua telah membaur, melepas identitas kemahasiswaan mereka.
Lewat rencana aksi itupula saya semakin banyak bersentuhan dengan tokoh-tokoh aktivis mahasiswa jalanan yang tergabung dalam P3Y. Selain Heri Sebayang, Hary Wisnuadji dan Eko Prastowo dari UJB ada Hasto dan Wisnu Agung (Bagong) dari Atmajaya. Lalu ada Luthfi, Farhan, Laluk Laduni dari IAIN Sukijo. Juga Gunawan dari UMY, serta beberapa tokoh lainnya.

Bahkan dalam beberapa kali aksi demonstrasi, saya terlibat dalam proses perancangannya mulai dari diskusi, merumuskan issue, membuat statement (pernyataan sikap), menjadi korlap, hingga membuat rilis-kronologis dan menyebarkannya keberbagai media cetak. Beberapa kali aksi seringkali berujung bentrok dengan aparat.

Diluar aksi-aksi yang digelar oleh kampus-kampus di atas yang berkolaborasi dengan aktivis jalanan yang tergabung dalam P3Y, aksi-aksi serupa juga digelar oleh Persatuan Rakyat Demokratik (PRD). DI Yogyakarta mereka membentuk KPRP sebagai organ aksinya. Aksi-aksi yang mereka lakukan sangat frontal. Dan selalu berakhir dengan bentrok, kerusuhan. Jika melihat prosesnya, agaknya memang aksi-aksi yang dilakukan sengaja disetting bentrok.
aksi longmarch rakyat jogjakarta menuju Alun-alun Utara tanggal 20 mei 1998

Aksi mereka yang paling besar adalah aksi menjelang lengsernya Soeharto yang mengakibatkan tewasnya beberapa orang mahasiswa di Jalan Gejayan. Saat itu Jalan Gejayan berubah bagaikan medan perang yang mencekam. Toko-toko tutup, batu-batu berseliweran, ban-ban terbakar berserakan dijalan. Peserta aksi melempar aparat, dan aparat membalas melempar dan mengejar peserta aksi. Lalu ada tembakan gas air mata, serta tembakan peluru karet. Lalu diikuti oleh aksi penangkapan aktivis yang dibumbui dengan pentungan, injakan sepatu lars dan pemukulan peserta aksi.

Setiap aksi yang dilakukan KPRP, biasanya selalu diikuti dengan sweeping aparat diseluruh kampus di Yogyakarta. Aktivis mahasiswa yang tak terlibat aksi rusuh itu ikut-ikutan diteror. Termasuklah aktivis SM-UJB. Lalu setelah itu, selama beberapa hari para aktivis mahasiswa di berbagai kampus terpaksa harus bersembunyi ke berbagai tempat untuk menghindari penangkapan.

Dalam situasi hingar bingar aksi tersebutlah rencana aksi besar digagas oleh teman-teman aktivis mahasiswa KBM-UJB bersama elemen pergerakan mahasiswa lainnya. Momentumnya adalah hari kebangkitan nasional.

Tak mudah memang merancang aksi yang bisa diikuti tak hanya oleh elemen kampus, tapi juga masyarakat. Satu-satunya tokoh panutan yang dapat menggerakan rakyat hanyalah Kraton Yogyakarta dengan Sultan HB X sebagai pemimpin puncaknya. Atas dasar pertimbangan inilah, maka teman-teman sepakat untuk mengajak Sultan berdiskusi demi membicarakan rencana aksi itu. Maka digelarlah diskusi-diskusi sengan dengan Sultan HB X.
Suasana Alun-alun Utara pada tanggal 20 Mei 1998

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya Sultan HB X  menentukan sikapnya. Ia menyatakan diri mendukung rencana aksi. Namun, ia perlu waktu untuk menentukan waktu yang tepat. Karena ada berbagai prosesi kultural yang mesti ia lakukan demi mendapatkan waktu yang pas. Karena mendapatkan lampu hijau itu, pertemuan lintas kampus semakin intensif kami selenggarakan. Putaran pertemuan dilakukan mulai dari IAIN, UGM, UII, UMY, Atmajaya, dan terakhir sekitar H-2 kalau tak salah dilaksanakan di Kampus Pingit Universitas Janabadra.

Pertemuan terakhir yang digelar di Kampus Janabadra, Pingit terjadi cukup hangat. UGM dan UII menyatakan sikap tak akan ikut serta dalam aksi besar yang berpusat di alun-alun utara depan Kraton Yogyakarta. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan. Sultan pun sudah memberikan waktu yang pas untuk menggelar aksi besar. Yaitu pada tanggal 20 Mei 1998. Terjadi perdebatan sengit antara kawan-kawan dengan aktivis mahasiswa yang berasal dari UII dan UGM. Saya sendiri terlibat adu mulut dengan Ketua Senat Mahasiswa S2 Universitas Gajahmada. Saya lupa namanya. Namun saya sempat memaki aktivis tersebut dengan kata-kata yang kasar karena ketidakkonsistenan mereka dalam bersikap.

Pertemuan di Kampus UJB itu dilakukan ditengah situasi Jakarta yang tak tentu rudu. Orang-orang kepercayaan Soeharto mulai membelot. Aksi mahasiswa di Jakarta semakin massif. Bahkan sudah mulai menduduki gedung DPR/MPR demi menuntut mundurnya Soeharto.

Akhirnya pertemuan di UJB untuk merencanakan aksi tanggal 20 Mei tetap dilanjutkan. Minus teman-teman dari UII dan dari UGM tentu saja. Dua kampus yang memiliki belasan ribu mahasiswa ini akan menyelenggarakan aksi sendiri dengan bertempat di bundaran UGM Bulak sumur bersama Amin Rais, tokoh nasional yang mereka idolakan.
Sementara puluhan kampus lainnya yang berhasil terkonsolidasi lewat kerja siang malam, tetap konsisten menggelar aksi longmarch dari kampus masing-masing menuju Alun-alun Utara Yogyakarta.

Aktivis jalanan yang tergabung dalam P3Y tampaknya juga berhasil mengokonsolidasikan masyarakat umum. Berbekal statemen Sultan di media yang menyatakan akan menerima aksi massa di Kraton, upaya penkonsollidasian kekuatan rakyat oleh temen-temen P3Y, mendapat sambutan hangat dari masyarakat Yogyakarta.

Pendek cerita, aksi massa tangga 20 Mei berhasil digelar. Aksi tersebut diikuti oleh hampir seluruh kampus di Yogyakarta, termasuk juga organisasi-organisasi masyarakat dan warga Yogyakarta. Untuk memimpin acara tersebtu kawan-kawan sepakat memutuskan Bung Hasto, salah satu pentolah P3Y sebagai Master of Ceremoni. Tak ada satupun tokoh yang melakukan orasi pada kegiatan tersebut selain Hasto yang menjadi MC merangkap orator serta Sultan yang pada saat itu membacakan Maklumat yang berisi penolakan terhadap Soeharto.

Keesokan harinya, malam tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan diri mundur.

Bersambung....


Beni Sulastiyo, 

Pontianak, 27 Desember 2016

DOWNLOAD E BOOKNYA DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Komentar?

ORANG JAWA LEBIH JAGO BERPOLITIK

Iseng-iseng otak-atik angka durasi umur negeri-negeri di Pulau Jawa. Kesimpulannya orang Jawa itu lebih jago berpolitik daripada orang ...