Selasa, 14 Januari 2014

P.E.R.I.S.T.I.W.A (II)

Sesi kedua pengajian Bang Dodi dibuka dengan PR baru. Beliau mengupas cerita klasik dalam Al-Quraan tentang perjalanan Nabi Khaidir dan Nabi Musa.Nabi Musa adalah Nabi yang sangat kritis. Namun ia adalah seorang manusia yang sangat taat. Oleh karena itu ia dianugrahkan kecerdasan yang luar biasa oleh Allah SWT.

Dalam cerita perjalanan Nabi Khadir dan Nabi Musa, Nabi Musa belajar dengan Nabi Khaidir.Nabi Khaidir mengijinkan dengan syarat Nabi Musa tak boleh mempertanyakan apapun yang ia lakukan disepanjang jalan. Nanti Nabi Khaidir akan menjelaskan tindakan Nabi Khaidir tersebut setelah perjalanan berakhir.Singkat cerita di sepanjang jalan Nabi Khaidir melakukan tindakan-tindakan yang menurut Nabi Musa aneh. Ia membocorkan perahu, membunuh anak kecil, serta membangun dinding rumah yang hampir roboh tanpa meminta upah.

Bang Dodi meminta peserta kajian untuk memikirkan peristiwa di balik cerita tersebut. Lalu mengaitkannya dengan proses keimanan.
Seperti biasa peserta kajian memberikan jawaban dengan sangat aktif. Dan seperti biasa pula tak ada satupun yang dapat memberikan jawaban yang benar. Atau tepatnya tak ada seorangpun yang dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan harapan Bang Dodi.
Nah sayangnya saya tak menyimak jawaban dari Bang Dodi, karena instrument penampung limbah cair saya sudah overcapacity, sehingga harus diaalurkan.hihiii.
Namun saya masih sempat mendengar penjelasan Bang Dodi tentang perlambang aksi Nabi Khaidir yang membocorkan perahu, membunuh anak kecil serta membangun dinding. Membocorkan perahu adalah perlambang nafas yang keluar dan masuk dari hidung manusia. Hal ini akan mengingatkan kita pada kematian. Orang yang beriman harus ingat dengan kematian. Membunuh anak kecil adalah perlambang penglihatan. Agar keimanan terjaga maka kendalikan penglihatan. Sedangkan dinding perlambang telinga, kita harus menegakan telinga agar dapat mendengarkan segala informasi di dunia dalam rangka meningkatkan keimanan. Demikian kurang lebih yang saya dengar.
Saya belum begitu paham dengan penjelasan Bang Dodi. Namun, setelah usai mengikuti pengajian itu, sepanjang hari saya berpikir tentang materi pengkajian yang sangat kaya informasi tersebut dan berusaha menyimpulkannya agar dapat memetik pelajarannya.

Saya menemukan jembatan kata "hikmah" untuk menajamkan pemahaman saya terhadap materi yang disampaikan Bang Dodi. Kata penghubung "hikmah" tersebut dapat memudahkan saya pribadi untuk membulatkan pemahan atas kajian yang disampaikan oleh Bang Dodi.
Berikut kespulan yang saya buat dengan pemahaman saya prinadi.


  1. Bahwa sebagai seorang muslim, kita harus sadar dan peka dengan peristiwa. Peristiwa itu mengandung banyak "hikmah" yang harus dikembalikan bagi peningkatan kualitas keimanan. 
  2. Hikmah dibalik peristiwa harus dicari oleh setiap individu. Caranya adalah dengan berfikir.
  3. Seorang muslim yang berkualitas adalah muslim yang memiliki kualitas keimanan yang mantap. Dan kualitas yang mantap tersebut dihasilkan dari kemampuan untuk memikirkan dan memetik hikmah di balik peristiwa.
  4. Dengan pemahaman tersebut maka setiap peristiwa, apakah itu peristiwa yang menyedihkan maupun yang menggembirakan akan selalu berdampak positif bagi peningkatan kualitas keimanan seseorang. Sehingga tak ada alasannya seorang muslim terlalu berlarut-larut dalam kesedihan karena mengalami peristiwa yang menyedihkan. Karena seluruh peristiwa akan memberikan peningkatan kualitas keimanan kita sebagai hamba Allah (abdullah).
  5. Keimanan seseorang akan mampu menciptakan peristiwa untuk kembali memberikan peningkatan keimanan seseorang. Hal ini berarti keimanan seseorang akan tampak pada perilakunya, apakah ia hanya mampu sekedar menjadi saksi atas peristiwa atau lebih dari itu, membuat aneka peristiwa yang mampu meningkatkan kualitas keimanannya.

Mungkin kesimpulan yang saya tuliskan berbeda dengan apa yang diharapkan oleh Bang Dodi. Namun, saya yakin tak jauh berbeda selama 'peristiwa' pengajian itu mampu menambah kualitas 'keimanan' saya. Dan untuk saat ini, persoalan bertambah tidaknya keimanan saya,  hanya saya dan Allah lah yang tahu. Sedangkan untuk masa yang akan datang, setiap orang dapat mengetahuinya pula. Caranya mudah, yaitu dengan cara melihat peristiwa yang saya lakukan dan cara saya menyikapi segala peristiwa yang terjadi. Semuanya harus dikembalikan kepada peningkatan kualitas keimanan. Jika tak ada peristiwa dan tak ada peningkatan keimanan, pengajian 3 jam itu sia-sia. Rugi juga rasanya. Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Komentar?

ORANG JAWA LEBIH JAGO BERPOLITIK

Iseng-iseng otak-atik angka durasi umur negeri-negeri di Pulau Jawa. Kesimpulannya orang Jawa itu lebih jago berpolitik daripada orang ...