Rabu, 28 Desember 2016

SEJARAH GERAKAN MAHASISWA 98 DALAM PERSPEKTIF KAMPUS

d

Sebagian besar kawan-kawan aktivis gerakan 98 itu tidak memiliki jiwa romantis. Tak heran jika digoogling, sangat jarang ditemukan tulisan tentang gerakan 98 yang berasal dari pelaku gerakan itu sendiri. Padahal saya tahu persis sebagian besar dari mereka sangatlah jago menguntai kata lewat tulisan.
Demikian juga saya. Baru kali ini saya menulis tentang tema gerakan mahasiswa dengan latar tahun 98. Dan sungguh tema ini begitu menyulitkan, hahaa.
Saya sungguh harus bersusah payah merayapi memori yang telah terpendam selama 18 tahun lamanya. saya juga harus bersusah payah untuk mengalahkan jiwa ketidakromantisan saya agar bisa mengingat-ngingat kejadian masa lalu.
Dan alhamdulillah, akhirnya saya berhasil menuliskan sebagian kecil dinamika mahasiswa yang terjadi pada tahun 90an.
Tujuan saya menulis tentang sejarah gerakan 98 dalam perspektif 'kekampusan' ini,  semata-mata untuk menyemangati gerakan mahasiswa di almamater saya yang menurut beberapa kawan sedang mati suri.
Oya tulisan ini sangatlah bernuansa kekampusan. Karena memang ditujukan untuk menyemangati mahasiswa di Kampus saya, Universitas Janabadra Yogyakarta.
Kampus ini bukanlah kampus yang trendy, bukan pula kampus yang kesohor dan memiliki cabang dimana-mana. Universitas Janabadra satu-satunya ya hanya di Yogyakarta. Di Kota pelajar inipun kampus saya ini tidaklah terbilang kampus yang ngetop. UJB hanyalah kampus yang biasa-biasa saja. Bahkan terbilang sangat sederhana.
Namun dibalik kesederhanannya itulah saya tak bisa melupakan kampus ini. Karena dikampus inilah kami pernah mengobarkan perlawanan terhadap kaki tangan penguasa yang menggerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara.
Melalui tulisan yang saya bagi dalam 4 tulisan ini saya berharap semoga perlawanan-perlawanan atas ketidakadilan penguasa terhadap rakyat dapat kembali dikobar-kobarkan oleh kawan-kawan mahasiswa.
Jujurlah wahai pemuda, bukankah kita semua rindu dengan teriakan-teriakan perlawanan? Jujurlah wahai pemuda...bukankah kita semua tahu telah terjadi ketidakberesan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara?
Ayo bergerak kemballi kawan. Jelaskan kepada rakyat ada begitu banyak ketidakberesen yang terjadi di negeri ini, untuk rakyat, demi masa depan generasi nusantara....

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BERIKUT TULISANNYA. AGAK PANJANG, MAKA SAYA SPLIT DALAM 4 BAGIAN. DISUSUN DENGAN BELASAN BATANG ROKOK DAN BEBERAPA GELAS KOPI, SILAHKAN DINIKMATI...

  1. MENGINTIP GERAKAN MAHASISWA UJB TAHUN 90-AN: AKTIVIS KAMPUS VS AKTIVIS JALANAN
  2. MENGINTIP GERAKAN MAHASISWA UJB TAHUN 90-AN: KBM UJB DAN GERAKAN MAHASISWA JOGJA
  3. MENGINTIP GERAKAN MAHASISWA UJB TAHUN 90-AN: KBM-UJB DAN AKSI 20 MEI 1998
  4. MENGINTIP GERAKAN MAHASISWA UJB TAHUN 90-AN: GERAKAN RAKYAT YOGYAKARTA 

HARLEY DAVIDSON, CORNELIS DAN BRAND LOYALIST


Jika kita seorang pengusaha tentulah senang jika ada orang yang begitu loyal dengan produk/ brand yang kita jual. Loyalitas customer ini menjadi idaman bagi setiap pengusaha.
Pelanggan yang loyal akan melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan bagi produk kita dalam jangka panjang. Para loyalis brand ini setidaknya akan melakukan 3 hal, yaitu repeat purchase, kesetiaan terhadap pembelian produk, retention, ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan, serta referalls, mereferensikan secara total esistensi perusahaan. Begitu kata Bung Kotler dan Kellerr (2006 ; 57).
Tak mudah lho membentuk pelanggan yang demikian loyalnya pada produk kita! Perlu kerja-kerja yang sangat serius dan bersifat jangka panjang untuk membangun citra dan reputasi.
Dalam sebuah ceramah, pakar marketing ternama nusantara yang saya kagumi, Hermawan Kertajaya pernah mengatakan begini, “saya tidak pernah menemukan satu pun brand di dunia ini sehebat brand Harley Davidson. Karena setahu saya hanya brand Harley Davidson saja yang rela dipahat dijadikan tatto oleh begitu banyak orang di dunia. Mereka rela memahatkan itu dengan berdarah-darah karena merasa bangga dengan HARLEY DAVIDSON.
Hahaaa. Saya tertawa mendengar statemen Hermawan Kertajaya saat ceramah di Pontianak beberapa waktu yang lalu.
Betul kata Hermawan Kertajaya. Sampai sekarang saya memang belum pernah melihat ada orang yang mentatto tubuhnya dengan merk Yamaha, Honda, Seiko, Sanyo, Pizza Hut, KFC, atau Swadesiprinting! Satu-satunya merk yang ramai-ramai dipahat di kulit para customernya dengan sukarela yaa hanya Harley Davidson! Sungguh luar biasa!
Begitu juga dengan brand orang-orang terkenal di Indonesia. Saya tak pernah menyaksikan ada orang yang mentatto tangan atau bahunya dengan nama-nama politisi modern saat ini. Tak pernah saya saksikan ada seorang yang mentatto dirinya dengan tulisan “JOKOWI”, AHOK, PRABOWO atau Susilo Bambang Yudhoyono.
Tapi pada saat berjibaku menggelar Kalbar Book fair di Rumah Radakng Pontianak beberapa waktu yang lalu saya menjumpai seorang pria berbadan kekar dan berambut awut-awutan yang menatah tangannya dengan tatto bertuliskan “CORNELIS”.
Cornelis bukanlan tokoh politik nasional. Beliau adalah Gubernur Kalimantan Barat dua periode. Beliau terpilih untuk kedua kalinya karena berhasil menjaga konsolidasi sosial politik dengan cara-cara yang di luar kebiasaan banyak tokoh di Kalbar.
Saya tak tau persis bagaimana tatto itu terpahat di lengan kiri seorang pemuda berbadan kekar bernama Dayat Kepo ini. Tapi jika melihat kharakter strategi pemasaran Pak Cornelis yang membumi dan akomodatif saya tak heran jika ia memiliki para loyalis sebagaimana para loyalis ueddan nya Harley Davison. Cornelis saat ini menjadi tokoh satu-satunya di Kalbar yang memliki pendukung yang loyal. Tatto yang dipahat di lengan orang ini setidaknya menunjukan itu! Warbiassah!
Rumah Radakng, 30 oktober 2016

BERDEMOKRASI DAN BERCANDA TAWA




Unjuk rasa 411 dengan berjuta massa tanpa kekerasan fisik adalah sebuah pertanda yang baik dalam pembangunan demokrasi Indonesia.
Dalam demokrasi, warga negara berhak untuk menyampaikan gagasan dan pendapatnya untuk mempengaruhi kebijakan negara. Negara tak boleh menekan dan menghalangi pendapat warganya.
Dalam demokrasi, perbedaan pemikiran dan pendapat antar sesama warga negara juga harus dianggap sebagai peristiwa yang biasa-biasa saja. Sebagai warga negara kita perlu membiasakan diri untuk berbeda pemikiran dan pendapat antara satu dengan yang lain.
Namun demikian, perbedaan pemikiran/ pendapat janganlah dilandasi pada niat untuk menyingkirkan antara satu dengan yang lain. Karena dalam negara demokrasi, sekuat apapun dan sebenar apapun seorang warga negara, tetap saja hak untuk menyingkirkan seseorang atau sekelompok orang ada pada aparat penegak hukum sebagai bagian dari institusi negara.
Oleh karena itu, jika sepakat negara ini tetap ada, mari nikmati perbedaan pendapat dengan canda dan tawa!
Dan pastikan sambil bertukar pendapat, hubungan sosial tetap erat, serta kita semua tidak semakin melarat!

UANG MEMANG MASALAH


Heboh betul ya masalah simbol palu-arit di uang kertas pecahan 100rban. Saking hebohnya, lalu banyak orang yang mendadak jadi peneliti uang kertas. Semua uang kertas diamati. Diperiksa satu-satu.
Tak lama mulai ada yang memposting hasil temuannya. Tereng! Simbol palu arit ternyata ditemukan juga pada pecahan uang 5rban.
Wah jelas sudah! Pemerintah Jokowi memang pembela paham komunis. Negara ini telah disusupi oleh paham komunis dari Tiongkok! Pantas saja negara ini berpihak pada Ahok.
Tak lama, ada klarifikasi dari Bank Indonesia. Istri saya yang juga bekerja di Bank sentral itu juga ikutan sibuk membagi-bagikan informasi tentang simbol yang menyerupai palu arit itu. Isi klarifikasinya menjelaskan bahwa yang diributkan itu adalah rectoverso, sebuah instrumen pengaman untuk menghindari pemalsuan. Setelah itu kehebohan berlalu begitu saja.
Itulah Indonesia. Negeri tercinta ini.hihii.
Seorang TKI juga pernah protes dengan karyawan bank swasta di Kota Jeddah, Arab Saudi karena ia anggap orang Arab telah menistakan kyai dan ayat Quran.
"Gimana kalian ini", kata sang TKI "Masak kalian tega menempelkan foto kyai dan ayat Quran dalam duit. Saya jadi susah. Karena setiap mau buang air kecil, saya harus taruh dompet saya di luar. Untungnya saya tahu sedikit-sedikit tentang ilmu agama. Ini penghinaan terhadap ulama penghinaan terhadap simbol-simbol agama", protesnya dengan nada tinggi di depan kasir sambil menunjukan uang 100 riyal.
Sang kasir tersenyum ramah. Tapi keningnya berkerut. Ia tak tahu TKI itu ngomong apa. Soalnya ia marah pakai bahasa madura.
Haha ancore...
Oh indonesiaku....
-----------
Bungben, pontianak 14/11/16

GUSDURIAN, ORMAS ISLAM DAN PENISTAAN


Perdebatan tentang boyek penistaan yang dilakukan oleh Ahok masih ramai. Mui sudah memutuskan bahwa Ahok telah menistakan 2 hal. Ulama dan Al Quran. Tapi menurut orang-0rang yang kontra dengan keputusan itu, Ahok tidak bermaksud menistakan. Tapi memberitahu bahwa ada orang yang berusaha menjadikan ayat-ayat Alquraan agar tidak memilihnya dalam Pilgub DKI.
Ntah seperti apa keputusan hukum atas perbedaan pendapat itu, yaa.
Persoalan yang sama dulu pernah juga terjadi saat saya kuliah di Yogyakarta. Sekitar tahun 1999 akhir. Saat heboh-hebohnya proses pemilihan presiden paska Presiden Habibie. Ada dua tokoh utama yang digadang-gadang oleh masyarakat saat itu, Amin Rais dan Gus Dur.
Gus Dur didukung oleh masyarakat tradisional dan partai-partai beraliran nasionalis-religius di Senayan. Sedangkan Amin Rais didukun oleh masyarakat perkotaan dan partai-partai Islam. Masing-masing kelompok masyarakat membangun rasa fanatik dikalangan masyarakat dan Mahasiswa. Yang fanatik ke Amin Rais sangat anti dengan issue-issue pluralisme dan sosialisme. Yang fanatik ke Gusdur membentuk aliran sendiri yang dinamakan Gusdurian.
Friksi tersebut sangat terasa hingga ke ruang-ruang kampus-kampus bahkan masjid. Termasuklah di Kampus IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Aktivis mahasiswa di IAIN Suka dikenal sebagai orang yang begitu fanatik dengan Gus Dur. Suatu ketika, dalam sebuah momentum Shalat Jumat, Imam Masjid IAIN Suka membaca Alfatihah. Setelah membaca ayat terakhir, Waladdhoooooliiin, maka seperti biasa secara serentak jamaah pun menyahut dengan suara keras, Aaaaaamiiiin.
Lalu entah siapa. dibarisan belakang ada seorang jama’ah nyeletuk agak sedikit nyaring....”amin terussss, Gus Dur ee kapan...” katanya dengan logat bahasa Jawa Ngoko.
Beberapa jama’ah yang dekat dengan tukang nyeletuk itu menahan tawanya. Celetukan iseng ini ternyata berbuntut panjang.
Salah seorang jama’ah yang mendengar celetukan iseng itu melaporkan kejadian itu kepada sebuah ormas. Mereka menganggap mahasiswa IAIN Suka telah melakukan pelecehan terhadap ibadah ummat Islam.
Orang itu pasti komunis, sesat. Liberal, kafir! Begitu kesimpulan orang-orang anggota ormas itu.
Lalu ramai-ramai ormas itu mendatangi sekretariat UKM Mahasiswa IAIN, lalu mengobrak-abrik kesekretariatan mereka. Mahasiswa yang tak menyangka diserang dengan orang-orang marah itu berhamburan menyelamatkan diri.
Malamnya pengurus organisasi mahasiswa membuat statement yang menyayangkan aksi pengrusakan itu. Mereka menganggap tindakan itu adalah tindakan main hakim sendiri. Dan oleh karena itu bisa disebut melawan hukum.
Ormas Islam yang melakukan serangan itu tak mau kalah. Mereka membalas statement itu dan menuduh mahasiswa IAIN sudah kebabalasan, sesat, liberal dan mulai disusupi oleh paham komunis.
Lalu merekapun menggelar jumpa pers. Semua wartawan diundang. Setelah wartawan kumpul Ketua Ormas membacakan statement. Mulai dari kronologi hingga pada tuntutannya kepada Mahasiswa dan penegak hukum. Statement itu dibacakan dengan begitu bersemangat. Seperti orasi di mimbar bebas.
“Oleh karena itu kami menuntut pelaku pelecehan di adili. Karena telah melakukan tindakan tercela yang menodai kesucian ibadah ummat Islam. Isi adalah Penistaan terhadap Ayat Alfatehah”.
Setelah itu sang pembaca statement berteriak lantang,...”HIDUP ISLAM” lalu dijawab oleh hadiri dengan “HIDUUUP!” sambil mengangkat tangan.
“HIDUP ALFATEHAH”, hadirinpun menjawab lagi tak kalah semangat, “HIDUUUP!”...
Lalu tiba-tiba dari sebelah kanan ada seorang anak muda berkopiah berteriak tak kontekstual, “HIDUP AMIN”. Lalu seluruh Hadirin dan Sang Pembaca Statement reflek mengangkat tangannya dengan cepat lalu menjawab “HIDUUUP!”
Yang terakhir ini tampak jauh lebih bersemangat.
Suasana hening sejenak. Tak lama beberapa orang hadirin di bagian depan nampak senyum-senyum sambil menahan tawanya. Sedangkan wartawan saling melirik satu dengan yang lain.
_____
Bungben, Pontianak, 14/14/16

MENEBAK PELAKU PELEMPARAN BOM MOLOTOV


Mengerikan aksi pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda itu ya. Ada 5 orang korbannya. Sebagian besar adalah anak-anak. Yang paling menyedihkan adalah salah satu dari lima korban itu meninggal dunia. Umurnya baru 2,5 tahun. Ya Allah teganya. Pelakunya tak hanya sadis tapi pasti orang gila.
Bersyukur, akhirnya pelaku pelemparan tertangkap tangan. Walau agak jauh dari TKP. Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar pelaku pelemparan bom itu adalah mantan napi bom Puspitek Serpong.
Pelaku pelemparan bom molotov itu berhasil ditangkap aparat bersama warga paska menyelesaikan aksinya. Lalu fotonya bertebaran di medsos.
Kalau melihat foto yang beredar di medsos pelaku pelemparan yang berinisial J itu memang 'seperti' orang Indonesia. Kecil, berambut dan berkulit hitam. Khas seperti orang Indonesia.
Tapi saya tidak percaya.
Menurut saya kalau "J" itu adalah orang Indonesia maka J tak akan memakai bom molotov dalam melaksanakan aksinya. Bukankah lempar bom molotov tak pernah dikenal dalam tradisi asli orang Indonesia?
Ada sih tradisi lempar-lemparan yang masih bertahan hingga sekarang. Tapi benda yang dilempar adalah benda-benda yang tidak berbahaya, obyeknya juga bukan manusia. Melempar buah mangga milik tetangga misalnya. Tradisi ini memang khas milik orang Indonesia.
Kedua, perlu kita pahami bom molotov itu juga bukan hasil karya peradaban nusantara. Tapi berasal dari Finlandia yang digunakan oleh pejuang Finlandia pada perang musim dingin menghadapi invasi Unisoviet tahun 1939. Nama molotov sendiri berasal dari nama menteri luar negeri Uni Soviet, Vyacheslav Molotov, yang bertugas pada masa pemerintahan Joseph Stalin.
Jadi dari tradisi, negara asal pembuatan, hingga nama barang, lempar bom molotov itu jelas-jelas berasal dari luar negeri.
Berdasarkan analisis itu, hihii kayak skripsi, maka saya dapat menyimpulkan pelaku pelemparan Bom molotov di Samarinda yang berinisial J itu bukan orang Indonesia.
Memang ada karya manusia nusantara yang bisa meledak. Namanya meriam karbit. Dan produsen meriam karbit terbesar itu ada di Kota Pontianak. Tapi meriam yang bisa meledak dengan suara yang menggelegar itu tidak dilempar. Melainkan disulut dengan api. Ini jauh berbeda dengan sistem kerja bom molotov. Dengan demikian sudah jelas juga bahwa pelakunya juga bukan orang Pontianak.
Memang betul, selain mampu membuat meriam.karbit, orang Pontianak juga banyak yang piawai membuat bom. Tapi bomnya tidak bisa meledak. Karena bom itu dibuat dari semacam senyawa yang non explosive. Masyarakat setempat menyebut senyawa itu kode senyawa U-81. Orang Indonesia membacanya lafal "ubi". Senyawa ini tak bisa meledak. Kalaupun meledak dia harus dioplos dengan senyawa lain yang dikenal dengan kode kimia 54M-83L. Orang pontianak melafalkannya " sambel". Tapi sifat ledaknya very low explosive dan terjadi pada area sekitar bagian bibir dan lidah saja.
Oleh karena itu sekali lagi saya yakin tak mungkin pelaku pelemparan bom molotov di Samarinda itu adalah orang Indonesia apalagi orang Pontianak.
Terlebih orang indonesia itu sangat piawai dalam tehnik melempar. Tak heran ada pepatah yang telah berumur berabad-abad lamanya di Indonesia. Bunyi pepatah itu lempar batu sembunyi tangan. Dengan pepatah ini orang Indonesia pasti tak bakalan ketahuan sebagai pelaku pelemparan. Karena kita itu punya keahlian menyembunyikan tangan setelah melempar.
Nah, yang di Samarinda itu lempar bom malah tertangkap tangan. Berarti sudah pasti orang itu bukan orang Indonesia. Kalau ada yang bilang orang Indonesia, saya merasa tersinggung, karena bangsa kita itu sangat ahli dalam melempar dan menyembunyikan tangan. Maka pelaku pelemparan tak mungkin ketahuan apalagi tertangkap tangan.
Jadi dari mana asal pelakunya?
----------
Bungben, pontianak 14/11.2016

Perbedaan Aksi Dakwah dan Aksi Politik


Menyenangkan sekali melihat jutaan orang melakukan aksi Damai 411 di Jakarta. Walaupun demikian berbagai pendapat pro dan kontra tak kunjung selesai diperdebatkan.
Ada yang bilang itu aksi politik dengan alasan issue yang diangkat bertujuan untuk menjatuhkan nama atau keompok politis tertentu. Ada juga yang mengatakan bahwa aksi itu adalah aksi dakwah karena issue yang diperjuangkan adalah Al Quraan.
Karena bingung dengan aneka pendapat yang berseliweran itu, lalu seorang santripun bertanya dengan kyainya. "Pak Yayi, saya bingung dengan pendapat orang-orang di pesbuk. Ada yang bilang demo 411 di Jakartai itu aksi politik tapi ada yang juga yang bilang itu aksi dakwah. Mohon maaf Pak Yayi, mohon penjelasan perbedaan antara aksi politik dengan aksi dakwah. saya jadi bingung mau pilih yang mana", tanya Sang Santri.
Kyai sang santri mengangguk-aguk. Lalu menjawab dengan bijak.
"Begini, bang. Kalau aksi politik itu bertujuan menjatuhkan, kalau aksi dakwah itu tujuannya menasihati. Nah sekarang tinggal dicari tau saja apa tujuan utama dari aksi itu", jawab Pak Yayi singkat.
Sang santri tampak puas dengan jawaban sang Kyai. Namun, setelah itu, selama 2 hari santri itu tak pernah muncul lagi di pengajian Sang Kyai. Sang Kyai bertanya pada majelis apakah ada yang melihat santri yang ia maksud. Salah seorang jamaah memberitahu bahwa ia melihat santri yang dimaksud sedang berada di kebun. Ia dipergoki salah seorang jamaah, duduk seorang diri di bawah pohon nangka.
Sang Kyai penasaran. Lalu mendatangi santri itu di kebun. Ternyata benar. Santri yang dimaksud sedang adai di Kebun. Ia tampak berdiri sambil mengelus-ngelus pohon nangka.
"Bang, ngapain kamu di situ? Kata kawan-kawan sudah dua hari kamu berdiri sendiri di bawah pohon itu?", tanya sang Kyai.
Sang santri terkejut melihat Kyainya datang dengan tiba-tiba sambil mengajukan pertanyaan. Sambil terbata-bata Sang Santri menjawab.
"Mohon maaf Pak Yayi. Dua hari yang lalu saya mencium ada nangka masak di pohon ini. Saya ingin mengambilnya untuk Pak Yayi"
"Lho, kenapa tidak kamu jatuhkan saja dari pohon itu?", tanya Sang Kyai.
"Saya ingin berdakwah Pak Yayi. Maka saya nasehati buah nangkanya supaya segera menjatuhkan diri", ujarnya pelan
"Lho, kenapa tidak kamu panjatkan saja pohonnya lalu dijatuhkan dari atas?", tanya Sang Kyai heran.
"Mohon maaf Pak yayi, saya dak mau pake aksi politik. Saya memilih aksi dakwah saja Pak Yayi!", jawab Santri perlahan.
"Astagaaaa, kalau masalah gayak gini pake aksi politik aja!!!", ujar Sang Kayai sambil menendang pohon nangka itu.
Tak lama bub! Sebuah Nangka besar matang jatuh dari pohon. Lalu aroma harum pun berhamburan.
"Sudah! Bawa tuu politik", hardik Sang Kyai dongkol.
__________________
Hihihiii
-----------------------------
Bungben, Pontianak, 14/11/16

PROSES PERTANGGUNGJAWABAN


Beberapa pekan ini saya begitu dipusingkan dengan penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan event. Mulai dari mengumpulkan ribuan data berupa dokumen, foto, video lalu menyortirnya hingga menyusunnya dalam sebuah susunan yang sistematik hingga enak dibaca. Huruf demi huruf, angka demi angka dibaca ulang lalu di rajut sedemikian rupa untuk memenuhi lembar demi lembar kertas. Dari pagi hari hingga tengah malam, saya bergulat dengan kerjaan yang sangat membosankan itu.
Kemarin saya coba membuat kalkulasi, berapa lembar halaman yang sudah saya hasilkan untuk menampung jutaan huruf yang saya tekan melalui tuts keyboad komputer. Hasilnya sekitar 400 halaman HVS A4. Wow! Kalau dijadikan buku ukuran A5 tebalnya bisa jadi sekitar 700an halaman. Hihii ternyata hasilnya mengagetkan bagi seorang saya yang tak pernah terpaku pada satu pekerjaan dalam waktu yang panjang.
Saya jadi berpikir, ini untuk membuat pertanggungjawaban kepada pemberi pekerjaan saja pusingnya sudah 7 lingkaran. Gimana kalau nanti kita dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan ya? Hihiii...
Bayangin berapa milyar file penampakan visual yang terekam dalam memori lewat indera penglihatan yang harus kita serahkan kepada Tuhan mulai dari baligh hingga umur 65 tahun, klo diumur segitu kita mati. Belum termasuk file-file memori yang masuk lewat gendang telinga, penciuman, rabaan, kecapan. Termasuk juga aneka hayalan yang pernah kita pikirkan saat sedang melamun, menjelang tidur atau sedang nongkrong di WC. Hmmm.betapa rumitnya proses pertanggungjawaban itu. Semuanya harus kita serahkan kepada Sang Maha Pencipta sebagai barang bukti bagi proses pengadilan aherat.
Tapi masak sih begitu rumit? Kalau serumit itu lalu apa hebatnya Tuhan ya? Tentulah Tuhan sudah memiliki sistem yang maha canggih yang memungkinkan proses penyerahan bukti, kodefikasi, penyusunan, analisis, pemberian kesimpulan hingga alternatif keputusan dapat dilakukan secara just in time, secara seketika. Saat itu juga. Iya tentu saja seperti itu. Lha sekarang saja komputer sudah bisa melakukan analisa yang demikian cepat kok. Masak sistem buatan Tuhan tak memungkinkan untuk melakukan itu.
Iya! Saya sangat yakin teknologi yang dipake Tuhan kelak di pengadilan aherat itu berjuta kali lebih cepat dari pada teknologi yang dikenal manusia. Tentu semuanya bisa disimpulkan secara Maha just in time. Pasti! Saya yakin itu.
Tapi kawan....
Ternyata setelah bumi dan alam semesta ini hancur berantakan, masihkah ada waktu? Bukankah waktu itu hanya buatan manusia saja untuk menandai siklus siang dan malam. Bukankah waktu itu ada hanya karena ada matahari dan bumi yang bergerak. Dan bukankah waktu itu ada karna manusia yang 'mengada-adakannya' saja? Maka kemudian saat kita ditanya berapa jam waktu yang kita miliki sehari semalam, kitapun menjawab 24 jam.
24 jam itu sebenarnya adalah hasil perhitungan manusia saja. Kita membuat asumsi menggunakan hitungan lama rotasi bumi dalam satu putaran menjumpai matahari. Karena putaran buminya cepat dan buminya kecil maka waktunya 24 jam. 24 jam itu dihitung dengan perhitungan matematis 1 jam sama dengan 3600 detik. 1 detik itu diasumsikan satu ketukan.
Nah, padahal kalau di planet lain yang memiliki kecepatan putaran yang sama saja tentu waktu yang diperlukan tidaklah mungkin 24 jam.
Jika kita tinggal di plamet merkurius misalnya, saya yakin manusia akan punya hitungan waktu yang berbeda. Klo dihitung menggunakan asumsi satu detiknya standar manisia bumi, maka waktu rotasi sehari semalam di merkurius itu 1416 jam.
Maksudnya kita akan bertemu lagi dengan matahari pagi kira kira setiap 59 hari waktu bumi. Sehingga jika Pak Jokowi di planet Merkurius lalu di deadline oleh rakyatnya untuk menahan Ahok dalam waktu 2 hari, maka kita harus menunggu sekitar 2 x 59 hari atau sekitar 4 bulan waktu bumi untuk mengetahui apakah pak presiden mengabulkan tuntutan demonstran apa tidak. Wah lama sekali...kalau nanam jagung sudah panen!
Hmmm...tapi masalahnya pada saat kiamat matahari dan bumi itu katanya hancur berantakan. Berarti waktu buatan manusia itu kan otomatis lenyap yak?
Dan ketika semua lenyap berarti tak ada lagi istilah lama atau cepat. Yang ada hanya ketiadaan yang asing!
Dengan demikian kayaknya tak perlulah kita memikirkan seberapa cepat Tuhan menghitung proses pertanggungkawaban manusia paska kiamat nanti. Pertanyaan itu kayaknya tak kontekstual lagi dengan sikon saat itu. Kan semua hancur? Bumi hancur, matahari hancur, perputaran ya jelas tak ada lagi demikian pula waktu. Gitu kali ya?
Ah tak taulah! Lanjut nyusun laporan lagi aja. Semprul! Nambah pusing aja!
 ______________
SwadesiCoorp, 23112016

CARI UANG ITU MUDAH



Saya melihat kita itu aneh yah. Terobsesi sekali dengan yang namanya uang. Sayangnya sebagian besar mengatakan mencari uang itu susah. Karena susah maka kita membuat aneka persyaratan yang bikin pusing kepala,. Harus ngerti akuntansi, harus ngerti hitung dagang, harus ngerti pembukuan, harus menguasai marketing, selling, dsb. Kita menuntut diri kita untuk belajar tinggi-tinggi dan bekerja keras siang dan malam. Kadang untuk berhenti sejenak menikmati secangkir kopi bersama rekan-rekanpun kita tak jenak.
Padahal nyari uang itu mudah. Pergi aja ke bank atau ke pegadaian, di sana kita pasti akan menjumpai benda yang bernama uang itu. Hahaa.
Atau kalau Anda adalah seorang PNS bergaji kecil dan sedang pusing cari uang, tarik saja kursi Anda lalu duduklah dekat-dekat dengan bendahara kantor Anda. Di situ Anda tak perlu mencari-cari lagi dimanakah uang berada. Karena barang yang bernama uang itu bisa Anda temukan dengan mudah dilaci sang bendahara. Berarti cari uang itu mudahkan? tinggal cari tahu dimana tempat penyimpanannya, datangi, ketemu deh...Hihiiii.
Jadi menurut saya masalah kita yang sebenar-benarnya itu bukanlah susah menemukan uang. Uang itu ternyata ada dimana-mana. Ia tampak nyata sehingga dapat dengan mudah mencari dan menemukannya.
Yang susah itu mencari rezeki. Karena rezeki itu kebanyakan tak tampak. Walapun ia bisa saja berwujud material.
Yang berwujud mudah ditemukan. Yang agak sulit adalah memilikinya. hihiii.
Sedangkan yang berwujud imaterial jauh lebih sulit ditemukan. Karena ia tak tampak. Kesehatan misalnya. Ia adalah rezeki tapi tak tampak. Karena tak tampak kita sulit menemukannya. Agar bisa menemukannya untuk kemudian mendapatkannya maka harus ada perjuangan disitu. Yaa harus makan dan minum teratur, menjaga kebersihan, menyehatkan pikiran dan kejiwaan, dsb.
Yang material ia bisa berwujud apa saja. Bisa berbentuk makanan, minuman, atau barang. Semuanya itu tak susah menemukannya karena tampak. Kalau tak percaya silahkan Anda ke pasar. Semua barang itu dapat dengan mudah Anda temukan. Hahaaa.
Nah, karena sudah ditemukan, masalahnya sekarang adalah bagaimana menjadikan barang-barang yang tampak itu agar menjadi hak milik kita. Dengan menjadikannya hak milik maka kita bisa menggunakannya untuk kepentingan kita. Baik untuk kjepentingani diri kita sendiri maupun untuk didistribusikan kepada orang lain.
Maka masalah kita sekarang bukanlah mencari untuk menemukan rezeki material. Tapi menjadikannya rezeki yang telah kita temukan tempat dan lokasinya dengan persis itu bisa menjadi milik kita. Atau minimal kalaupun itu bukan milik kita, kita memiliki hak untuk menikmatinya.
Proses yang bisa dilakukan agar sebuah barang dapat kita miliki atau dapat kita nikmati itu mudah. Tak harus punya uang. Bisa dengan meminta. Bisa dengan meminjam. Bisa pula dengan ikut mengelola sambil ikut menikmatinya. Jadi tak harus punya uang. Apalagi harus didahului dengan proses mencari keberadaan uang terlebih dahulu. Bisa tambah pusing kepala kita.
Misalnya gini lho, saat kita perlu rezeki berupa kendaraan roda dua untuk antar jemput anak, maka jawabannya tak mesti harus memiliki uang sebesar Rp 15 juta dulu agar kita bisa membeli motor bekas misalnya. Kalau uang Rp 15 juta kita jadikan sebuah keharusan terlebih dahulu, maka kita terjebak kepada masalah yaitu bagaimana cara mendapatkan uang 15 juta itu. Nah uang lagi!
Uang tak usah dicari, bikin pusing! kan kita sudah tahu tempat tinggal uang. Napain pusing-pusing mencarinya. Yang harus kita cari itu adalah rezeki.
Dalam ajaran Islam rezeki itu adalah milik Allah. Kita bisa mendapatkannya karena ALlah yang memberikannya kepada kita. Lalu bagaiaman caranya agar Allah memberikan rezeki Nya berupa kendaraan Roda 2 senilai 15 juta kepada kita tanpa harus memiliki uang sebesar Rp 15 juta terlebih dahulu?
Tehniknya macam-macam. Tapi strateginya hanya satu. Banyak-banyaklah berbuat baik.
Semudah itu?
Iya begitulah!
Beginil tipsnya. Tips pertama datangilah saudara kita yang punya kendaraan tak terpakai dengan baik-baik. Lalu dengan cara yang baik dan rayuan yang baik, pinjamlah kendaraannya yang tak dipakai untuk kebaikan anak anda yang juga saudaranya saudara Anda. Ketika ia percaya bahwa Anda orang baik, berniat baik dan ingin berbuat baik, maka insyaallah saudara Anda itu akan meminjamkan kendaraan yang tak ia pakai itu kepada Anda.
Nah, ketika kendaraannya ia pinjamkan kepada Anda, maka itu berarti Anda telah memperoleh rezeki dari Allah. Rezeki berupa kendaraaaan itu bukan langsung jatuh dari langit sana lho ya. Tapi melalui saudara Anda yang juga adalah mahlluk ciptaan Allah. Dalambentuk apa rezekinya? Ya itu dalam bentuk kendaran roda dua sinilai Rp 15 juta.
Oh kalau gitu caranya berarti motornya bukan milik kita.
Lha milik kita atau bukan kan tidak penting. Yang penting kan kita bisa melaksanakan tugas kita menjemput anak, tanpa harus memiliki uang Rp 15 juta terlebih dahulu?
Oke tips kedua. Datangi dengan baik tetangga Anda yang punya kendaraan dan punya anak disekolah yang sama dengan sekolahan anak kita. Lalu kita bilang sama tetangga kita dengan cara yang baik bahwa Anda akan membantu menjemput anaknya tanpa biaya. Cukup pinjamkan kendaraannya saja.
Maka, ketika tetangga kita sepakat, otomatis kita mendapatkan rezeki berupa kendaraan dengan nilai setara dengan Rp 15 juta.
Begitu tipsnya. Jadi tak perlu cari uang kan?
Makanya dalam Islam tak ada perintah untuk mencari uang. Perintah yang jelas dan tegas adalah mencari rezeki. Karena keduanya jelas berbeda. Kalau uang itu alat pertukaran, sedangkan rezeki itu dalam bahasa Arabnya berarti pemberian. Pemberian dari Allah lewat alam semesta dan makhluknya.
Oleh karena itu untuk mendapatkan pemberian berupa rezeki itu tidak susah. Cukup dengan berbuat baik saja. Dengan berbuat baik, InsyaAllah, Allah akan berikan rezeki kepada kita. Garansi dari Allah langsung lho itu.
lalu kayak apa berbuat baik itu?
Ya misalnya senang bersilaturahmi, suka memberi dan menolong tetangga, dsb. Kan tak mungkin tetangga kita akan minjamin motornya kalau kita adalah tetangga yang nyebelin, suka ribut, suka njelek-njelekin. Hihiii.
Berbuat baik juga bisa dengan suka berkumpul dengan orang pintar dan orang yang tak suka membuat masalah, lalu membangun tradisi senang belajar dan menuntut ilmu, rajin dan ikhlas dalam bekerja, serta banyak-banyak bersyukur.
Kalau sudah yakin berbuat baik, kita tak perlu pusing-pusing mencari rezeki. Karena rezeki yang berarti pemberian itu, akan datang sendiri jika kita memerlukannya. Allah dengan SistemNya yang Maha Rumitlah yang mendatangkannya untuk kita.
Jadi bro, cari uang itu mudah. Maka tak usah terlalu serius mikirin duit. Pikirin aja gimana kita tetap dapat terus berbuat baik. Hahaa, sotong!
_________
Bungben,SwadesiCoorp, 24112016

DEMO YA DEMO, JUMATAN YA JUMATAN


Klo mau demonstrasi, demonstrasi aja. Mau dibundaran HI, bundaran menteng, depan Istana Negara, terserah itu dak masalah. Kapolri dak becik larang-larang rakyat untuk unjuk rasa. Mau issuenya tangkap Ahok atau turunkan Presiden. Biarin aja. Ngapain dilarang-larang. Kan ini negara demokrasi. Yang penting gak rusuh.
Kalau ada niat buat jatuhkan pemerintah ya santai aja. Kan baru niat. Nah kalau memang dilaksanakan beneran ya liat dulu. Kalau sekedar aspirasi ketidakpuasan, masak ga boleh. Kalau sudah menjadi gerakan politis yang bersinergi dengan lembaga politik negara, maka tentu harus diselesaikan secara politis. Tapi ya jangan pake pelarangan-pelarangan. Kalau langkah politik pihak yang di demo maknyus, kenapa harus takut dengan sebuah aksi unjuk rasa?
Nah , yang mau demonstrasi menurutku juga jangan kebablasan. Misalnya dengan cara menggelar shalat jumat di jalan ibu kota. Wah itu kayaknya kurang becik juga.
Yang kemarin-kemarin itu sudah benar. Shalat Jumat ya di Masjid. Habis itu baru turun unjuk rasa. Jangan dicampur-campur.
Saya khawatir aja sih. Nanti model kayak gini, shalat jumat di jalan habis itu unjuk rasa, dijadikan modus para politisi kita hingga ke pelosok desa. Lalu muncul kebiasaan baru yaitu menjadikan ibadah ritual-keagamaan sebagai media untuk ngurusin hal-hal yang terkait-kait persoalan politis.
Lho ini kan bukan aksi politik. inikan aksi bela agama.
Iyaaa. Oke. Tapi, dimana-mana unjuk rasa itu adalah instrumen warga negara untuk menekan kebijakan pemerintah. Nah, pemerintah itukan kelengkapan politik kenegaraan. Makanya apapun alasannya, apapun labelnya, sebuah unjuk rasa itu tak akan pernah bisa lepas dari persoalan politis.
Nah kalau pola unjuk rasanya menggunakan momentum shalat jumat di jalan protokol, habis itu demo, ini yang mungkin perlu ditimbang-timbang lagi baik buruknya. Alasannya ya itu tadi, saya khwatir di masa yang akan datang, shalat jumat yang sakral itu malah dijadikan media politis. Shalat Jumat dijadikan media buat ngumpulin orang di jalan-jalan. Lalu khutbahnya jadi khutbah politik, habis shalat orasi politik lalu hadirin shalat Jumat diajak turun aksi. Hihiii.
Setelah itu kreativitasnya nambah. Lalu orang-orang hingga di pelosok desa meniru cara itu dengan lebih menyederhanakan strateginya. Tak perlu gelar shalat jumat di jalan. Kurang efisien. Cukup diprovokasi di masjid saja. Momentnya sama. Moment shalat jumat! Kan masjid pasti ramai. Habis shalat jumat ajak majelis shalat unjuk rasa ke Kantor Bupati, Kantor Walikota, Kantor Camat, Kantor Kepala Desa.
Akhirnya dimana-mana shalat jumat berubah menjadi media provokatif-politis. Wow!
Lalu sekian tahun berikutnya, tak terasa masjidpun lalu terpecah jadi tiga kelompok, 'masjid oponen' yaitu masjid yang jamaah shalat jumatnya selalu menekan pemerintah yang berkuasa. 'Masjid proponen', yaitu masjid yang selalu berpihak pada pemerintah. Dan terakhir 'masjid sepiman, yaitu masjid yang setiap shalat jumatnya sepi, bro!
Jamaahnya tak suka shalat jumat di Masjid itu karena masjid itu tak mau mengikuti trend sebagai 'masjid demonstran' yaitu masjid yang suka melakukan unjuk rasa paska shalat jumat. Karena tak mau mengikuti trend lalu dianggap masjid kuno. Sehingga akhirnya masjidnya ditinggalin jamaah. Masjidnya jadi sepi, man!
Heheee ngade-ngade, jak! Astagfirullah!
----------------------------
Bungben, swadesicoorp,ptk 26122016

MULUT DAN KARIR POLITIK


Dalam sejarah politik di Indonesia kayaknya hanya ada 2 orang tokoh yang medapat tekanan politik begitu hebat gara-gara persoalan mulut. Orang itu adalah Gus Dur serta Ahok.
Lho, kok bisa?
Ya bisalah. Liat aja betapa banyak orang politisi yang ketakutan karena Gus Dur sering melontarkan si A korupsi, si B korupsi. Betapa banyak juga politisi senayan yang tersinggung karena Gus Dur pernah bikin statemen vulgar bahwa DPR RI seperti Taman Kanak-kanak. Walhasil para tokoh politik yang meras tersinggung dengan ucapan Gus Dur yang selalu kontroversial itu, melakukan manuver politik yang berujung pada pemberhentian dirinya dari Jabatan Preseden melalui Sidang Isimewa MPR tanggal 1 Agustus 2001.
Ahok juga begitu. Kalau lihat video-video nya politisi yang unik ini sering melontarkan statement yang tak kalah kontroversial lewat mulutnya juga, seperti saya pecat, brengsek, komunis, bajingan, bego’, hingga t*ik. Kalimat terakhir yang ia lontarkan adalah kalimat dibohongi pake Almaidah 51 yang kemudian memancing kemarahan ummat muslim Indonesia.
Bedannya antara Gus Dur dan Ahok adalah pihak yang menekan. Kalau Gus Dur ditekan oleh elit politik, sedangkan Ahok ditekan oleh ummat Islam. Hasil dari tekanan politik kepada Gus Dur berujung pada berakhirnya karir politik Guru Bangsa yang jenius itu, sedangkan hasil dari tekanan politik Ahok, hingga saat ini kita belum mengetahuinya. Tapi sepertinya ia sangat sulit melakukan konsolidasi politik dan pengembangan pencitraan dalam Pilkada Gubernur DKI gara-gara aksi jutaan orang di Ibukota tersebut.
Berbeda dengan kedua tokoh di atas. Presiden Jokowi cenderung lebih hemat berbicara. Padahal tekanan politik jelas-jelas menyerempet pada kekuasaannya. Aksi yang di arahkan ke Istana, serta keterlibatan beberapa elit politik dalam aksi bela Islam jelas-jelas berpotensi untuk dibelokkan demi menjatuhkan kekuasannya.
Yang menarik Jokowi tampak sangat menjaga mulutnya. Ia tampak hemat dalam memberikan statement terkait dengan kritik dan statement pedas yang dilontarkan para tokoh pengunjuk rasa dalam serial Aksi Bela Islam. Seingat saya hanya dua kali Jokowi mengeluarkan statement kontroversial. Yaitu beberapa hari sebelum aksi bela Islam 411 yang memancing emosi mantan Presiden SBY, serta tengah malam seusai aksi unjuk rasa tanggal 4 November.
Ia melontarkan pendapat bahwa ada aktor politik yang ingin melakukan makar terhadap pemerintahan yang sah. Statemtnt itu tidak dilontarkan dalam nada marah. Datar-datar saja. Khas retorika Jokowi yang just slow wae.
Diluar statement itu sepertinya tak ada lagi statement yang keluar dari mulut Pak Jokowi yang memancing kotnroversi di elit politik atau masyarakat.
Andai saja Jokowi tak bisa mengendalikan mulutnya, sehingga mengucapkan statement-statement kasar kepada para pihak yang menyerang dan mengkritik dirinya selama menangani kasus Ahok ini, bisa jadi nasib preseiden Jokowi tak lebih baik dari nasib Gus Dur atau Ahok.
Dari tiga tokoh itu kita bisa memetik pelajaran bahwa ternyata mulut adalah aset terpenting bagi seorang politisi. Mulut dapat menentukan karir seorang politisi.
Dan walaupun kau bukan seorang politisi, menjaga mulutmu tetap saja penting untuk kebaikan dirimu dan orang-orang sekitarmu.
Begicu kira-kira....
Pontianak, 3 Desember 2016
_____________________
Bungben, SwadesiCoorp

TERORIS INDONESIA BUKAN TERORIS?

Bertepatan dengan perayaan natal 2016, kita kembali dihebohkan dengan drama penangkapan terduga teroris di Kabupaten Purwakarta. Sebuah drama yang agak aneh. Karena dilakukan bertepatan dengan perayaan Natal umat Kristiani. Ntah apa tujuannya. Mungkin aparat pemerintah ingin memberikan rasa aman bagi ummat kristiani. Namun, kalau tujuannya ingin memberikan rasa aman mengapa tidak dilakukan penangkapan jauh hari sebelumnya?  Atau penangkapan itu sengaja dilakukan pada saat perayaan Natal. Biar bertambah hebboh? Hahaa, tak tahulah. Hanya Tuhan dan aparat saja yang tahu.
Entah sampai kapan aksi teror di Indonesia ini terus terjadi. Diantara negara-negara di Asia,  Indonesia memiliki ‘prestasi’ sebagai negara yang paling banyak diserang oleh teroris. Bayangkan saja dalam rentang waktu 36 tahun (1980 – 20016) telah terjadi 39 aksi teror di Indonesia. Dari 39 aksi teror, dua kali diantaranya terjadi dalam masa pemerintahan Orba, sedangkan sisanya, 37 kali, terjadi di era reformasi (tahun 2000 – 2016). https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia.
Dengan demikian, jika dibandingkan oada saat rezim Orde Baru, maka di masa reformasi ini telah terjadi peningkatan aksi teroris  kira kira 1800 % atau 18 kali lipatnya. Warrrbiasyah pemerintah di era reformasi ini!
Lalu dari seklian puluh kali aksi teror tersebut, sampai hari ini kita tak tahu tujuan politis dari serial serangan teror tersebut. Tak mungkinkan sebuah aksi yang dilakukan dengan begitu beresiko bagi para pelaku serta masyarakat sipil yang tak berdosa hanya bertujuan iseng saja? Aksi yang telah disepakati oleh parat sebagai aksi teror tersebut sudah pasti memiliki tujuan politik. Karena Indonesia dan juga masyarakat di seluruh dunia sudah sepakat bahwa aksi teroris adalah aksi yang bertujuan politik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia misalnya, bangsa Indonesia sepakat mendefinisikan teroris sebagai orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Tak berbeda jauh dengan definisi teroris di KBBI, dalam kamus  Webster’s New World College Dictionary (1996),  terorisme didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang memiliki elemen kekerasan, tujuan politik, dan teror/intended audience. ). Definisi yang diberikan kurang lebih sama juga disampaikan oleh US Federal Bureau of Investigation (FBI). Kata kuncinya adalah  adanya tujuan politik.
Tanpa tujuan politik sebuah kekerasan yang dilakukan hanya disebut sebagai aksi kriminal. Oleh karena itu perbedaan mendasar antara pelempar bom untuk menangkap ikan di laut dan pelempar bom di JW Mariot adalah tujuannya. Pelempar bom ikan di laut melakukan pelanggaran hukum dengan melempar bom untuk tujuan pribadi, sedangkan pelempar bom JW Mariot untuk tujuan politik. Maka pelempar bom laut disebut pelaku kriminal sedangkan pelempar Bom JW Mariot disebut teroris.
Yang menarik selama 37 kali serial bom dan belasan kali drama penangkapan teroris di Indonesia, sangat jarang kita dengar ikhwal tuntutan politik dari para pelaku. Apakah  ingin mendirikan negara islam, menuntut pemerintah agar berpihak pada orang Islam, atau meminta kepada pemerintah untuk merubah konstitusi negara agar berlandaskan kepada syariah Islam.
Tak ada tuntutan itu. Habis bom meledak, sudah selesai begitu saja. Tak ada yang melakukan klaim sebagai pihak yang bertanggung jawab lalu menyampaikan pesan politiknya kepada pemerintah atau masyarakat.
Padahal menurut keterangan aparat, para pelaku bom itu berasal dari kelompok-kelompok yang terorganisir. Kalau terorganisir, mestinya paska peledakan yang walaupun pelakunya mati di tempat, pengurus organisasi yang lain bisa menyampaikan pesan politik atas aksi yang telah mereka lakukan.
Nah, sedangkan dari setiap rangkaian peledakan bom tersebut rasanya tak ada tuntutan politik dari para pelaku. Oke mungkin mereka takut untuk menyampaikan pesan politiknya. Tapi masak sih? Lha bawa bom lalu mati bersama bom nya saja mereka berani kok. Masak sih menyampaikan pesan tuntutan mereka tak berani? Padahal sudah 37 kali lho serangan bom telah dilakukan. Demikkian pula, sudah belasan kali dilakksanakan sidang kasus terorisme. Tak ada pesan politik yang disampaikan sama sekali.
Penjelasan bahwa para pelaku teror tersebut memiliki agenda politik justru keluar dari aparatur negara. Misalnya setahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 23 desember 2015 POLRI melaui Kapolri Badrodin Haiti saat itu,  mengatakan bahwa saat ini terdapat 9 organisasi teroris yang beraktifitas di Indonesia. Ia lalu mempublish 5 diantaranya. Yaitu  Mujahidin Indonesia Timur, Mujahidin Indonesia Barat, Laskar Jihad, Jamaah Anshaarut Tauhid, dan Daulah Islamiyah Nusantara. Lalu Pemerintah Jokowi melalui dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan pada saat yang sama mengatakan bahwa kelompok-kelompok teroris tersebut memiliki jaringan dengan ISIS yang berasal dari  dari Timur Tengah.
Nah melalui penryataan itu, seakan-akan seluruh aksi teroris dikaitkan dengan agenda ISIS. Kalau kita pelajari sepak terjang ISIS, organisasi ini memiliki agenda politik yang jelas yaitu negara Islam. ISIS adalah singkatan dari Islamic State of Iraq and Syria. Tujuan ISIS adalah mendirikan kekhalifaan Islam di dua negara yang sedang mengalami konflik, yaitu Iraq dan Syria. Saat ini negara baru tersebut belum resmi berdiri. Karena hingga saat ini belum ada satupun negara yang mengakui keberadaan negara yang mereka dirikan di dua negara yang sedang luluh lantak oleh perang tersebut.
Oke,  jika tujuan politik dari ke sembilan jaringan teroris tersebut berkaitan dengan ISIS, apakah merekak punya cukup energi untuk membangun wilayah gerakan hingga ke Indoensia? Lha wong di Syiria saja mereka kewalahan menghadapi pemerintah Bashar Al Assad, juga negara-negara Barat, kok sempat-sempatnya mikirin politik luar negeri dengan men-support organisasi teroris di Indonesia? Kayaknya gak masuk akal yah?
Lagi pula ISIS baru terbentuk pada tanggal 12 Oktober 2006. Lalu dengan siapakah kesembilan organisasi teroris di Indonesia itu melakukan 20 kali aksi teror, sebelum ISIS berdiri, sepanjang tahun 2000 hingga 2005?
Atau para teroris Indonesia memiliki tujuan politik sendiri. Mendirikan kekhalifaan Islam sebagaimana yang pernah dilansir oleh Pemerintah Australia, misalnya? Bisa jadi. Namun, dugaan pemerintah Australi tersebut sudah dibantah oleh Badrodin dan Luhut. Mereka meyakini ISIS tidak akan mendirikan kekhalifahan di Indonesia.
Nah, Lo!
Serial aksi teror di Indonesia ini memang sangat aneh. Sudah 37 kali terjadi aksi teror bom, sudah puluhan orang yang ditangkap, sudah belasan orang yang diadili dan dipenjara. Namun tetap saja teror berlangsung tanpa tuntutan tanpa tujuan. Organisasi yang disebut sebagai yang bertanggung jawab juga selalu berubah namanya. Tak pernah pula ada penjelasan yang disampaikan oleh para pelaku teroris tentang tujuan politik atas teror yang lakukan.
Moment-moment yang sangat aman untuk menyampaikan pandangan politik, seperti di pengadilan, juga tak pernah digunakan untuk melansir statement bernada politis dari pelaku teror. Pledoi dari Fahrudin alias Abu Zaid salah satu dari 30 terdakwa aksi teror bom thamrin, misalnya.  Sama sekali tak menyinggung persoalan tujuan teror. Ia hanya menyampaikan pembelaan secara tehnis bahwa ia tidak terlibat dengan kasus bom di depan Sarinah yang heboh tersebut. Padahal jika para terdakwa tersebut benar-benar teroris yang melakukan aksi dengan tujuan politis, maka proses sidang yang menarik perhatian media nasional pastilah akan ia gunakan untuk untuk menyampaikan statement-statement yang bersifat politis. Demikian pula dengan puluhan terdakwa lainnya.
Oleh karena itu jika para pelaku teror tersebut tak memiliki tujuan politik, bisakah mereka disebut sebagai teroris? Atau sebenarnya mereka betul-betul teroris yang bertujuan ekonomis? Jika bertujuan ekkonomis, lalu siapakah sesungguhnya ‘teroris sejati’ dibalik puluhan serial aksi terkutuk di Indoensia itu?
Entahlah.

Selasa, 27 Desember 2016

MENGINTIP GERAKAN MAHASISWA UJB TAHUN 90-AN: GERAKAN RAKYAT YOGYAKARTA

Bagian IV dari 4 tulisan (Habis)

Setelah lengsernya Soeharto. Kegiatan Senat Mahasiwsa mengalami anti klimaks. Kami hanya nongkrong di kampus. Ada perasaan yang hambar menyelimuti jiwa kita saat itu. Mengapa Soeharto terlalu cepat turun.

Namun demikian, ada juga perasan gembira karena tuntutan mahasiswa dan seluruh rakyat telah mencapai tujuannya.

Setelah beberapa bulan lengsernya Soeharto, terjadi pergolakan politik di Jakarta. Habibie yang saat itu menggantikan Soeharto dianggap sebagai bagian antek-antek ORBA. Mahasiswa di Jakarta saat itu kemabali menggelar aksi demonstrasi menuntut Habibie mundur pula dari tampuk kekuasannya. Sementara itu aktivis mahasiswa di Yogyakarta lebih memilih calling down.

Di KBM UJB misalnya cenederung berpikir untuk segera melakukan kaderisasi. Lalu disusunlah rencana untuk melakukan kaderisasi. Kurikulum kaderisasipun dirumuskan. Pintu masuk kaderiasi adalah OSPEK. Namun karena penuh dengan nuansa eksploitatif, SM UJB lalu memutuskan untuk menghapus OSPEK. Kegiatan itu diganti dengan istilah baru. Saya lupa namanya. Yang jelas isi dari kegiatan itu jauh dari upaya untuk membully mahasiswa baru. Kegiatan itu didominasi oleh aktivitas diskusi dan aksi demonstrasi.

Mereka yang menonjol kemudian di dekati lalu diajak diskusi. Setelah itu diikutkan dalam berbagai kegiatan di kampus dan ekstra kampus. Beberapa orang diantaranya difasilitasi tempat kontrakan namanya Roemah Pemoeda. Di tempat itulah pertukaran gagasan dan pengembangan semangat pergerakan ditanamkan. Di kampus dilakukan juga proses pengkaderan formal. Kurikulum lebih dominan pengembangan mental pergerakan serta intelektual. 
beberapa aktivis yang ketangkap kamera saat menghadiri saya wisuda akhir 99

Proses pengkaderan hybrid tersebut ternyata menghasilkan aktivis-aktivis mahasiswa yang cemerlang. Tokoh-tokoh yang masih saya ingat adalah Resha Sasongko, Jemmy Setiawan, Roni Sumbayak, Aris Sustiyono, Mujib, Imam Setiyadi, Daniel F Lolo, Bonek, Frans, Amalaul Mahdi dan aktivis perempuan di kampus UJB yang juga bisa mewarnai gerakan mahasiswa jogja saat itu. Ada beberapa orang yang saya masih ingat seperti Rina, Tanti, Tabitha, Elsa, Putri, dsb.  

Aktivitas kemahasiswaan dan pergerakan mahasiswa di UJB tetap gayeng ditangan para aktivis baru yang tak kalah militan, cerdas dan berdaya komunikasi cemerlang itu
Mereka adalah aktivis yang unik. Mereka tak hanya aktif di kampus sebagai pengurus dibeberapa organisasi kemahasiswaan internal kampus. Namun juga intensif membangun aliansi dengan organisasi-orgnaisasi kemahasiswaan di luar UJB. Peran mereka sangatlah signifikan. Beberapa aksi besar yang melibatkan peserta aksi lintas kampus adalah hasil dari kerja-kerja pergerakan mereka.

Nah ditengah sepinya pergerakan dan fokusnya temen-temen melakukan kaderisasi di KBM UJB, sedang terjadi polemik kepemimpinan daerah di Provinsi Yogyakarta. Masyarakat DIY, khususya anggota DPRD Provinsi kebingungan bersikap setelah mangkatnya Sri Paduka Paku Alam VII.

Sri Paduka PA VIII semula menjabat Wakil Gubernur DIY mendampingi Sultan Hamnegkubwono IX.  Pada tahun 1988 Sultan HB X wafat. Maka jabatan Gubernur dirangkap oleh Sri Paduka Paku Alam VIII. Jabatan itu ia emban tanpa Wakil Gubernur.
Lalu pada akhir 1998 tepatnya tanggal 11 September, Sri Paduka Paku Alam VIII wafat. PRovinsi DIY mengalami kekosongan kepala pemerintahan.

Situasi ini membuat DPRD DIY kebingungan mengambil sikap. Penetapan HB IX dan Sri Paduka PA VII sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY berdasarkan UU No. 5/ 1974. Dalam UU itu hanya diatur bahwa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY adalah HB IX dan Sri Paduka PA VII. UU itu tidak mengatur suksesi kepemimpinan setelah HBX IX dan SPPA VIII. Berbagai wacana tentang metode pemilihan Gubernur DIY pun bergulir. 

Beberapa anggota DPRD Provinsi meminta agar DPRD DIY segera menetapkan dan melantik HB X sebagai Gubernur DIY. Sebagian yang lain menolak ide tersebut. Gubernur DIY harus dipilih melalui voting oleh anggota DPRD sebagaimana provinsi-provinsi lainnya.
Polemik tersebut memancing friksi dikalangan masyarakat. Namun aspirasi masyarakat Yogyakarta sebagaina besar menginginkan agar DPRD Provinsi menetapkan HB X sebagai Gubernur. Tanpa melalui pemilihan. DPRD Provinsi menolak karena hal tersebut tak memiliki dasar legalitas yang jelas. Lalu terjadi protes dari masyarakat.

Eko Prastowo mengajak saya untuk mendiskusikan persoalan itu untuk menentukan sikap serta mempertimbangkan kontribusi apa yang bisa diberikan dalam polemik tersebut. Saya pribadi berpikiran bahwa persoalan itu adalah persoalan politis yang tak baik dicampuri oleh gerakan mahasiswa. Namun, sebagai kawan saya siap membantu apabila sebagai warga asli Yogyakarta, ia ingin melibatkan diri dalam gejolak itu.

Maka sayapun membantu EP untuk mengorganisir masyarakat Yogyakarta agar menolak pemilihan Gubernur oleh Anggota DPRD Provinsi DIY.  Dibantu oleh beberapa aktivis UJB lainnya kami menginventarisir elemen-elemen masyarakat yang menginginkan HB X ditetapkan sebagai Gubernur DIY.

Singkat cerita seluruh elemen itu disatukan lalu diberinama baru, kalau tak salah namanya Gerakan Rakyat Yogyakarta (GRY). Lewat aneka pertemuan yang dipimpin oleh bung EP, seluruh elemen masyarakat tersebut sepakat untuk menduduki DPRD DIY sampai DPRD DIY mengakomodir aspirasi mereka.

Maka terjadilah aksi pendudukan Ruang Sidang DPRD DIY oleh ratusan masyarakat. Mereka betul-betul dari masyaraka lapis bawah. Ada yang berasal dari paguyuban tukang becak, pedagang kaki lima, pedagang pasar tradisional, tukang parkir, bahkan preman-preman kelas bromocorah.

Saya membantu bung EP untuk mengurus kebutuhan logistik mereka. Mencari bantuan untuk nasi bungkus, menyiapkan minuman dsb. Saya juga turut serta menemani bung EP dalam setiap diksusi yang diselenggarakan. Merumuskan hasil diskusi hingga membuat statement untuk dirilis di media massa.

Beberapa orang bahkan saya bantu untuk mencarikan pekerjaan. Salah satu orang yang saya bantu kemudian membawa lari motor saya. Hahaa…luar biasa juga pergulatan membela RAKJAT saat itu.

Walaupun demikian aksi pendudukan dalam waktu sekitar satu bulan itu, membuat DPRD DIY melunak. Akhirya DPRD Provinsi DIY melakukan Sidang lalu secara aklamasi menetapkan HB X sebagai Gubernur DIY. Massa bersorak gembira. Sementara saya sibuk mencari orang yang telah melarikan motor saya.

Setelah Kasi pendudukan DPRD DIY itu, saya semakin intensif menyelesaikan skripsi saya. Tak sampai satu bulan skripsi selesai. Akhir tahun 1999 saya berazam untuk menyelesaikan studi saya yang sudah sangat telat. Masak kuliah S1 sampai 7 tahun. Gendeng.

Di sela-sela penantian wisuda saya mengurus bisnis dan sesekali mengikuti diskusi dengan teman-teman aktivis di UJB dan aktivis pergerakan di P3Y. Proses pengembangan dunia pergerakan di UJB jarang saya ikuti. Sudah semankin banyak aktivis mahasiswa yang berhasl direkrut menjadi aktivis pergerakan saat itu. Yang masih intens ngelonin para aktivis baru itu adalah Bung EP serta aktivis mahasiswa angkatan 96/97. Di Fakultas Hukum muncul tokoh-tokoh pergerakan baru yang cerdas dan progressif. Ada Jimmy Setiawan (’96) dan Resha Sasangko (97). Lalu seangkatan dengan Resha ada Elsa, Tabitha, Bonek, Putri, Nur Ahmad, dsb. Di Fakultas Ekonomi ada Roni Sumbayak, Anggoro (Kaslog), Mudjib, Hardjono, Aris Sustiyono, Imam Setyadi, Opal, Tanti, Gombloh, dsb.

Ditangan mereka dinamika pergerakan mahsiswa dan aktivitas kemahasiswaan di kampus tak kalah maraknya. Ada dua kejadian besar sebelum saya meninggalkan Kota Jogja pada tahun 2000. Pertama terjadi tawuran antar kampus antara UJB melawan UII yang terjadi pada bulan oktober 1998. Lalu aksi kekerasan yang menimpa peserta aksi dari mahasiswa UJB, IAIN dan beberapa kampus lain yang dilakukan oleh Gerakan Pemuda Ka’bah. Kedua peristiwa itu lain waktu akan saya paparkan.


Sekarang udahan dulu yak. Oya sebelum menutup tulisan ini saya mohon maaf jika ada informasi dan data yang tidak lengkap. Terus terang saya begitu kesulitan untuk merayapi memori masa lalu. Mahasiswa 90an seperti saya juga terdidik menjadi mahasiswa yang tak romantis. Makanya tak pernah menulis buku harian seperti aktivis 66 atau anak-anak ABG. 

Namun, setelah mempertimbangan kebaikan untuk sesama (heheee), sayapun memaksa diri untuk bersikap romantis-romantis sitek. Dan upaya romantika yang hanya mengandalkan memori terbatas ini sungguh membuat saya tersiksa. Hahaaa. 

Jayalah mahasiswa! Untuk negerimu, demi bangsamu!


Beni Sulastiyo, 
Pontianak, 27 Desember 2016

ORANG JAWA LEBIH JAGO BERPOLITIK

Iseng-iseng otak-atik angka durasi umur negeri-negeri di Pulau Jawa. Kesimpulannya orang Jawa itu lebih jago berpolitik daripada orang ...