Selasa, 31 Desember 2013

Motivasi Mandiri I: Pengantar

Motivasi bagaikan energi listrik yang menjadi sumber penggerak bagi aktivitas pikiran dan gerak fisik manusia. Tanpa energi, pikiran tersebut tak mampu bekerja untuk menghasilkan ide dan memecahkan berbagai persoalan yang ia hadapi. Tanpa energi itu fisik yang kuat akan lemah tak berdaya dan tak mampu melakukan apa-apa.

Saya yakin dengan Kemahaadilan Allah yang memberikan potensi kecerdasan dan kekuatan fisik yang sama pada semua manusia. Yang membedakannya hanya energi atau motivasi yang ia miliki.
Mungkin banyak orang yang lebih cerdas dari Einsteen atau Thomas Alfa Edison tapi tak banyak orang yang punya energi besar hingga mampu bekerja puluhan jam sehari serta mampu tetap bekerja walaupun harus berkali-kali mengalami kegagalan.

Mungkin banyak orang yang lebih kuat dibanding Pangeran Diponegoro tapi tak banyak orang yang berani mengorbankan segalanya seperti bangsawan jawa yang gagah berani dan cerdik itu.
Lalu bagaimana cara memiliki, menumbuhkan, mengembangkan dan mempertahankan stabilitas motivasi?

Saya tak berani menjawabnya secara ilmiah. Namun, saya ingin menyampaikan dugaan saya tentang bagaimana cara orang-orang hebat itu memiliki motivasi yang tak pernah padam. Hal ini penting karena kita selalu mengalami situasi yang pelik dengan persoalan motivasi ini. Kadang besar dan seringkali surut. Bahkan seringkali tak mampu kita kendalikan. Kitapun tak tahu apa yang harus kita lakukan saat kita kehilangan motivasi. Namun, kita percaya bahwa motivasi itu sangatlah penting.

Saya berpendapat orang-orang hebat tersebut memiliki sumber energi sendiri dalam dirinya. Seolah-olah mereka memiliki sebuah mesin, mesin pembangkit motivasi mandiri.

Dengan mesin pembangkit itu ia mampu memproduksi motivasi bagi dirinya sendiri yang tak tergantung dengan hal-hal di luar dirinya. Baik berupa materi, motivasi manusia lain, dsb.

Memang benar ia akan bertambah semangat jika mendapatkan tambahan motivasi diluar dirinya, baik berupa uang, harta benda, jabatan, pujian, sanjungan, atau kalimat motivasi dari orang lain. Namun, ia tak lantas jatuh, tak bersemangat bahkan hingga menjadi lemas tak berdaya jika ia tak mendapatkannya. Ia tak banyak terpengaruh oleh dinamika  lingkungan, justru lingkunganlah yang akan terpengaruh padanya. Ia selalu menganggap positif segala persoalan dan tantangan yang terjadi disekitarnya. Segala persoalan dan tantang justru dianggapnya peluang untuk mengasah diri dan menambah pengetahuan. Ia tak pernah frustasi apalagi depresi. Ia selalu beprikir dan berpikir, bergerak dan terus bergerak tanpa merasa lelah.

Demikian ciri khas orang-orang hebat yang memiliki mesin pembangkit motivasi di dalam dirinya. Pertanyaannya bagaimana cara membangun mesin pembangkit motivasi tersebut didalam diri kita?

Minggu, 29 Desember 2013

I.M.A.M

Imam adalah nama seorang sahabat saya semasa kuliah dulu. Perjumpaan terakhir dengannya terjadi menjelang pilpres tahun 2009 lalu. Saat itu saya sedang mengalami sakit psikologis akut. Sebuah kondisi psikologis dimana saya tak mampu mengendalikan emosi saya dengan baik. Hal ini menyebabkan Saya tak bisa berhenti berpikir dan berbicara.

Saat itu, jika saya berbicara seringkali yang dibicarakan adalah hal-hal aneh yang tak bisa dipahami oleh orang awam. Dan seringkali materi pembicaraan saya sampaikan dengan emosi yang meledak-ledak dan secara mendadak dapat disertai dengan tangis sesenggukan. Heheee..entah penyakit jiwa seperti apa yang saya alami saat itu. Yang jelas saya yakin ingatan saya masih normal, saya dapat mengingat dengan detail apa saja yang saya pikirkan dan lakukan saat itu.

Dalam kondisi sakit tersebut, Imam adalah salah satu sahabat yang selalu setia menemani saya selama di Jogja. Ia selalu sabar mendengarkan ocehan saya yang tak jelas juntrungannya, dan selalu tak kontekstual saat berkomunikasi.

Ia pun tak pernah marah dengan perilaku saya yang suka aneh-aneh serta tak pernah menolak saat saya minta ditemani pergi mengunjungi berbagai tempat yang aneh.

Saya merasa berhutang budi dengannya. Tanpanya mungkin saya akan menjadi korban kemarahan berbagai pihak yang tak suka dengan ocehan dan sikap saya. Kemungkinan Imam lah yang selalu mengkondisikan teman-teman saya sehingga mereka bisa memaklumi pikiran, ocehan dan perkataan saya.

Pertengahan Desember lalu saya berkesempatan mengunjungi Kota Jogja. Kesempatan itu saya niatkan  untuk bertemu dengan sahabat saya tersebut. Saya mengiriminya sms yang berisi ajakan untuk bertemu. Ia menyambut baik ajakan saya.
Kamipun bertemu di sebuah kafe yang berada di jalan taman siswa.
Setelah menanyakan keadaannya dan keluarga, kamipun terlibat dalam obrolan panjang.
Banyak hal yang kami bicarakan. Tentang kondisi teman-teman pergerakan, tentang dinamika politik lokal, tentang strategi ekonomi-politik, dsb.

Setelah ngobrol dalam tema yang beraneka, saya merasa respect kepadanya. Ternyata setelah sekian lama tak berjumpa,  pengetahuan dan keterampilannya bertambah luas, namun prinsip hidup dan perilakunya tak banyak berubah. Ia masih tetap konsisten menjalankan aktivitas yang ia yakini benar. Ia masih memiliki sistematika berpikir yang rapi. Gagasan-gagasanya membumi,  tidak njelimet seperti kebanyakan mantan aktivis gerakan lainnya. Penampilannya juga tak banyak berubah, masih berkacamata, rambut, kumis dan jenggot hitam yang tak kompak (heheee), celana jins kaos dan ransel.

Sebuah performa yang sama dengan masa-masa sebelumnya. Sama seperti dulu saat kami masih sama-sama beraktivitas dalam gerakan mahasiswa. Sama seperti 4 tahun yang lalu saat ia menemani saya yang mengalami kebablasan emosi akut.

Sangat jarang mantan aktivis yang tetap konsisten dengan gagasan dan perilaku yang masih memegang erat idealisme dan moralitas seperti sahabat saya yang satu ini. Di era yang kacau ini banyak mantan aktivis yang larut dengan arus keserakahan lalu jatuh tersungkur karena lemah mengokohkan moralitas. Yang tak ikut arus, hidup dalam keridakpercayaan diri, keraguan, kemiskinan informasi dan kekeringan spirit.

Dalam hati saya beropini bahwa sesungguhnya saat ini kita memerlukan personal-personal seperti Imam, individu yang konsisten, teguh memegang prinsip, selalu bersemangat, sederhana dalam berpikir dan menjalani hidup,mandiri, peka dan peduli yerhadap lingkungan, serta selalu produktif dalam menggagas dan berbuat untuk kepentingan orang banyak. Saya yakin cepat atau lambat masyarakat akan merindukan sosok seperti ini untuk memimpin mereka.

Saya tak tau bisa berbuat dan harus berbuat apa untuk membayar hutang budi saya kepadanya. Yang jelas saya selalu berdoa untuk kebaikannya. Ada dua doa yang saya sampaikan dengan sungguh-sungguh 4 tahun yang lalu dan hingga saay ini, yaitu agar ia menjadi imam keluarga yang sempurna dengan anugerah anak-anak yang sehat dan cerdas, serta kedua berharap agar ia diberikan kekuatan akal dan mental agar dapat menjadi imam bagi masyarakat di sekitarnya, entah dalam organisasi, lembaga kemasyarakatan, atau bahkan imam dalam wilayah politik. Amiin.

K.R.I.T.I.S

Berpikir kritis itu sangat penting bagi pengembangan tradisi berpikir. Berpikir kritis merupakan kunci pembuka gerbang ilmu dan pengetahuan.
Namun, berpikir kritis itu berbeda dengan bersikap kritis. Berpikir kritis adalah proses berpikir yang selalu meragukan kebenaran informasi yang ia terima. Orang yang berpikir kritis selalu bertanya, masak iya sih, mengapa bisa seperti itu, apa penyebabnya, bagaimana hal itu bisa terjadi, dsb. Proses itu berlangsung di dalam fikiran kita dan bersifat senyap. Dengan kesenyapan itu orangpun tak akan menyadari bahwasanya ia sedang dikritisi oleh kita.

Berbeda dengan sikap yang kritis. Sikap yang kritis adalah sikap yang selalu mempertanyakan kebenaran segala sesuatu melalui statemen verbal. Ia akan langsung merespon dengan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan menguji kebenaran informasi yang ia terima. Ia akan mengungkapkan ketidaksetujuannya secara terbuka, memprotesnya, bahkan menentangnya. Boleh-boleh saja sih, asal jangan kebablasan aja.

Soalnya saya mengamati semakin banyak saja orang yang kebablasan dalam bersikap kritis. Ia meragukan kebenaran informasi yang disampaikan lawan bicaranya dengan mengungkapkan statemen-statemen yang bersifat penyangkalan. Tujuannya adalah untuk melemahkan keyakinan lawan bicara dan 'memaksakan' kebenaran yang ia yakini.

Suatu ketika seorang teman lama memprotes kebijakan organisasi bisnis milik saya yang mulai menerapkan sistem formalitas. Ia mengkritisi kebijakan saya tersebut dengan mengatakan formalitas dalam organisasi itu tak baik karena akan membuat organisasi menjadi kaku. Saya menyangkal sangkalannya dengan menjelaskan pengalaman saya tentang betapa sulitnya mengatur banyak orang dalam sebuah organisasi yang harus melayani banyak orang secara terus menerus dalam jangka panjang. Situasinya akan semakin rumit karena pelayanan yang diberikan menjadi kewajiban yang harus dipenuhi karena disertai dengan pemberian sejumlah uang kepada organisasi. Jika pelayanan tidak sesuai dengan harapan mereka, maka mereka akan komplain, protes bahkan marah. Saya menjelaskan bahwa untuk menghindari hal tersebut, maka akhirnya saya menerapkan prosedur dan aturan formal bagi seluruh pengelola. Dan setelah kebijakan itu diterapkan ternyata kualitas layanan organisasi semakin meningkat. Sayapun dapat berpikir dan bekerja jauh lebih tenang.
Saya menyampaian pengalaman pribadi tersebut agar ia tahu penyebab mengapa saya yang tak suka formalitas menerapkan kebijakan formal dalam organisasi bisnis saya.

Sayangnya ia tetap mengkritisi hal tersebut. Berkali-kali ia menyampaikan ketidaksetujuannya kepada saya.bahkan dengan nada yang terkesan mencemooh. Setiap kali saya memberi argumentasi ia selalu mengkritisi argumentasi itu. Ia berusaha dan terus berusaha bersikap kritis terhadap kebijakan saya. Untungnya saya cepat tersadar dan mulai tak melayani sikap kiritisnya. Saya menganggap cara berpikir kritisnya mulai kebablasan. Saking kritisnya sampai ia lupa bahwa kebijakan itu saya terapkan bukan di organisasi miliknya, tapi di organisasi milik saya sendiri.
"suka-suka akulah, kawan. Inikan organisasi miliku. Dan sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dirimu. Sungguh orang kritis yang aneh!" Batin saya.

I.D.E.A.L.I.S

Menjaga konsistensi ide bukanlah sesuatu yang mudah. Ia memerlukan proses perjuangan terus menerus dengan aneka pengorbanan yang seringkali memilukan.  Perlu konsentrasi sepanjang waktu dan semangat belajar yang tak pernah berhenti agar ide-ide yang pernah diproduksi di masa lalu dapat terus bertahan dalam fikiran dan buntalan semangat, serta dapat diwujudkan dengan aneka ragam tantangan dan masalah yang dihadapi.

Mereka yang selalu fokus mempertahan ide di masa lalu dengan fikiran dan tenaganya, disebut sebagai seorang yang idealis. Ia berjuang sekuat tenaga dengan fikiran dan tenaganya agar apa yang telah digagasnya dimasa yang lalu dapat terwujud di masa yang akan datang. Bahkan demi ide tersebut ia rela melepaskan kesenangannya bahkan mengorbankan apa yang ia cintai.

Soekarno berkali-kali harus rela hidup dalam pembuangan untuk mewujudkan idenya tentang sebuah nation-state yang bebas merdeka dan maju peradabanya. Tan Malaka hidup berpindah-pindah untuk mewujudkan idenye tentang sebuah bangsa yang cerdas dan bersemangat juang. Ghandi rela menjauhi kemewahan dan kekerasan untuk melepaskan penindasan manusia tanpa pertumpahan darah. Nelson Mandela juga berpuluh tahun hidup dalam bui untuk memperjuangkan gagasannya tentang dekolonialisasi tanpa rasa benci antar sesama manusia.
Jauh sebelum era kolonialisme berkumandang, puluhan bahkan ratusan manusia idealis telah menghiasi cerita dalam lembaran sejarah manusia. Tentang perjuangan Nabi Ibrahim untuk membebaskan manusia dari hegemoni pemikiran manusia kepada manusia lainnya dan penindasan manusia terhadap manusia lainnya. Yang mana dengan keyakinannya terhadap gagasan itu telah menjadikannya sebagai manusia super hebat sehingga mampu membuat skenario gerakan dengan tracking yang sangat panjang dan sangat memilukan Seperti meninggalkan istri dan anak tercintanya di tanah sunyi dan gersang yang ia yakini akan menjadi tempat terpenting dalam mewujudkan ide/ cita-citanya tersebut.

Atau cerita tentang Nabi musa yang menolak tawaran menggiurkan dari raja dan lebih memilih mengajak pengikutnya dalam sebuah track longmarch yang sangat panjang, kolosal dan heroik demi mewujudkan cita-citanya tentang sebuah peradaban manusia yang mandiri, solid serta bebas dari tipu daya manusia angkara.
Atau kisah pengorbanan Nabi Isa yang rela ditangkap dan disiksa demi mempertahankan idenya tentang masyarakat yang memiliki rasa cinta terhadap sesama. Dan juga kisah Muhammad SAW yang rela hidup terbuang di negeri orang dengan beberapa pengikutnya untuk mewujudkan ide yang disampaikan Allah kepadanya tentang peradaban manusia yang bebas dari penyembahan terhadap harta serta bebas dari penindasan antar sesama manusia.

Pertanyaannya, mengapa manusia-manusia mensejarah tersebut sanggup berkorban dan sanggup menempuh jalan berliku untuk mewujudkan ide-ide tersebut? Saya pribadi tak tahu pasti jawabannya. Namun, saya sangat percaya bahwa ide-ide yang ia lontarkan tersebut sudah melewati proses pemikiran dan perenungan yang kompleks dan mendalam. Sehingga ia yakin seyakin yakinnya bahwa ide yang ia pikirkan adalah ide terbaik yang mampu membawa manusia kepada kondisi yang lebih baik. Dan saking yakinnya, maka ia tak pernah berhenti untuk berpikir, bereksperimentasi dan bergerak demi menemukan jalan terbaik bagi perwujudan cita-cita tersebut. Saking hebatnya aktivitas berpikir, bereksperimen dan bergerak tersebut, mereka menjadi semakin mampu berpikir jauh ke depan. Mereka mampi mengetahui dengan tingkat kepastian sangat tinggi bahwa cita-cita tersebut pasti akan terwujud. Dengan perhitungan yang sangat kompleks ia dapat memformulasikan berbagai unsur kompleks yang menjadi prasyarat bagi pencapaian tujuan. Dan dengan kemampuan tersebut ia memiliki kemampuan untuk menskenariokan masa depan, bahkan memiliki kemampuan untuk memprediksi sebuah kejadian yang belum terjadi.

Menariknya, justru orang-orang yang bercita-cita besar dan berdaya pikir super tersebut selalu digambarkan sebagai sosok yang rendah hati dan peduli terhadap sesama. Tak taulah apakah ada hubungan antara sifat rendah hati dan peduli tersebut dengan kekuatan daya fikir dan kehebatan daya juang. Yang jelas hanya dengan kerendahan hatilah maka seseorang akan mampu menampung berbagai macam data dan informasi yang tersimpan dalam seribu bahkan beribu akal manusia, kedalam memori akalnya yang tak pernah sempit. Dan hanya dengan rasa kepedulianlah maka seseorang akan menjadi lebih kuat dan lebih bersemangat sehingga mampu menjadi sentra berkumpulnya individu-individu yang memiliki aneka informasi dan data tersebut. Lalu hanya individu yang memiliki keduanyalah yang akan dipercaya oleh orang-orang disekitarnya akan mampu membawa nasib mereka ke arah yang lebih baik. Merekapun menjadi sekelompok orang yang siap berkorban demi perbaikan nasib tersebut. Lalu lahirlah gerakan perubahan. Lalu lahirlah para pemimpin besar yang abadi dalam catatan lembar-lembar sejarah.

Pertanyaannya, sudahkah kita menjadi pribadi yang rendah hati dan peduli? Jika jawabannya belum, maka pantas saja jika kita tak pernah memiliki ide yang besar, daya fikir yang besar dan semangat juang yang besar pula. Pantas pula kita menjadi individu yang suka patah semangat, mudah frustasi serta tak memiliki energi. Dan pantaslah pula jika hingga saat ini kita masih berada dalam kubangan lumpur yang sama dengan kubangan lumpur setahun, sewindu, bahkan seratus tahun yang lalu.

Sabtu, 28 Desember 2013

Manajemen Berbasis Manusia

Esensi dari sebuah sistem manajemen adalah pengelolaan manusia. Walaupun di dalam sebuah organisasi ada berbagai benda material selain manusia yang harus bergerak,  seperti mesin dan bahan baku yang harus beroperasi, uang dan aset yang harus produktif, media promosi yang harus disebarkan,  namun seluruh benda itu hanyalah alat yang tiada berguna jika tak ada manusia yang mengatur dan menjalankannya.

Oleh karena itu keberhasilan sebuah organisasi bisnis ditentukan oleh kemampuan manusia yang ada di dalamnya untuk mengembangkan potensi, pengetahuan, keterampilan dan mentalitas manusia di dalamnya. Jika berhasil maka akan berhasil pula organisasi tersebut mengelola sumber daya yang dimilikinya.

Dan sebaliknya,  jika manusia yang memimpin organisasi tersebut tak mampu mengelola manusia, maka mesin sehebat apapun, uang sebanyak apapun, dan pasar seluas apapun tak akan berarti apa-apa.

Pendekatan inilah yang saya istilahkan sebagai manajemen berbasis manusia.

Pendekatan manajemen berbasis manusia inilah yang saya yakini dapat menjamin tercapainya tujuan organisasi kita secara akseleratif.

Lalu bagaimana manajemen berbasis manusia ini kita jalankan?

Ada beberapa prinsip dasar agar kita mampu menerapkan manajemen berbasis manusia ini ke dalam jantung organisasi kita.

1. Perlunya empati antar manusia. Semua orang harus memiliki perhatian dan kepedulian antar satu dengan yang lainnya. Organisasi hatus memiliki karakter relationship yang egaliter. Semua orang, misalnya, harus bisa berhubungan antara satu dengan yang lain. Pekerja pada strata paling bawah harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pemimpinnya untuk berkomunikasi atau berkonsultasi mengenai segala hal baik yang terkait dengan persoalan bisnis maupun persoalan pribadi. Jika terkait persoalan tekhnis minta pada bagian terkait untuk meresponya. Jika bukan persoalan bisnis berikan solusi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Setiap manusia, apakah pemilik, pengelola maupun pekerja harus memiliki kepedulian antara satu dengan yang lain, sebagaimana kepedulian kita dengan saudara-saudara kandung kita. Perhatian secara umum oleh manajemen kepada para pihak harus diaktualisasikan dengan kebijakan-kebijakan tekhnis. Empati akan memunculkan kepekaan dan kepekaan akan menghasilkan energi tambahan yang besar.

2. Ideologi. Banyak organisasi yang didirikan dan dibangun tanpa landasan ideologi yang kuat. Padahal ideologi adalah sumber inspirasi, sumber energi sekaligus faktor penting bagi solidaritas dan kebersamaan. Ideologi adalah sebuah gagasan yang diyakini paling benar tentang tatanan polesosbud peradaban manusia. Ideologi adalah cita-cita besar yang dapat memunculkan spirit, energi dan kerelaan berjuang bagi para pengikut yang meyakininya. Jika sekedar gagasan ideal namun tak mampu memunculkan spirit, energi dan kerelaan berjuang, maka gagasan tersebut tak bisa disebut ideologi. Nah, walaupun sulit, namun ideologi organisasi perlu dirumuskan, agar dapat diajarkan ke segenap pengelola organisasi. Dan sejarah telah membuktikan hanya organisasi yang berideologilah yang dapat bertahan dalam jangka panjang.

3. Leadership dan followership. Setiap manusia harus diajarkan kepemimpinan sekaligus keprajuritan(followerahip). Ia harus sadar posisi dan sadar tanggung jawab. Jika Ia merasa siap memimpin, maka ia harus siap pula untuk dipimpin. Dan hanya manusia yang rendah hatilah yang mampu menerapkan keduanya. Kerendahan hati adalah obat paling manjur mengatasi konflik dan stress.

4. Tradisi berbagi pengetahuan.Semua manusia harus mau mengajari apa yang ia tahu kepada rekan-rekannya. Dengan demikian akan terbangun organisasi pembelajar yang semakin baik. Sebuah organisasi yang semakin kompeten seiring dengan bertambahnya umur.

5. Kejujuran. Setiap insan harus terbiasa mengatakan dan berperilaku apa adanya. Manajemen juga harus dibangun secara transparan, tak boleh ada yang disembunyikan, tak boleh ada kebohongan. Kejujuran adalah pintu masuk bagi berkembangnya pengetahuan dan pembaharuan. Oleh karena itu kejujuran akan membuat siapapun yang mengamalkannya akan semakin maju.

6. Kedisiplinan. Setiap insan harus punya tradisi untuk menghargai waktu yang ia miliki sehingga ia dapat lebih mampu menghormati waktu yang dimiliki orang lain. Jika ia tak mampu menghargai waktunya sendiri maka minimal ia harus mampu untuk menghargai waktu orang lain.

7. Mendistribusikan manusia di tempat yang ia suka. Manajemen perlu memahami kesenangan dan kemampuan manusia di dalamnya. Lalu menuntun mereka agar sampai pada tempat yang ia sukai dan mendukungnya hingga ia dapat mengembangkan dan memanfaatkan semua potensi uniknya. Walaupun ia masih belia namun apabila pengetahuan, mental dan kompetensinya memadai, maka tempatkan ia pada tempat yang sesuai. Jika tidak ada tempatnya, maka tanggung jawab para pemimpin untuk membangunkan tempat khusus baginya.

Sementara 7 point dulu yang mampu saya rumuskan. ntar ditambah lagi yak...

Jumat, 27 Desember 2013

Menuju Gerbang Nusantara

2 hari mengunjungi Kota jogja saya berkesempatan ngobrol panjang dengan beberapa pengusaha muda di sana. Bersama Bang Mirza kami menemui beberapa pengusaha industri kreatif di Jogja. Ada tole, pengusaha konveksi yang sangat konsisten pada bisnisnya, ada Pak Dunadi seorang perupa sekaligus pebisnis industri kreatif raksasa yang memproduksi aneka benda seni berukuran raksasa yang telah mendunia.Ada Indra yang menekuni bisnis event organizer dan sekolah musik. Ada Agung pengusaha tas parasut yang mana bersama keluarganya telah merintis usaha clothing kaos budaya bermerk Jaran yang sangat populer di era 90an, serta produk perlengkapan outdoor dengan merk cotrex yang tak kalah populernya di era 90-2000an.
Selain bertemu dan berdiskusi dengan pengusaha industri kreatif tersebut saya juga diskusi panjang dengan mantan aktivis gerakan 98 yang hingga saat ini masih mampu menjaga dengan baik moralitas dan ide-ide pergerakannya seperti Yudi dan Imam.
Kunjungan ke Jogja ini adalah kunjungan yang pure bisnis. Saya sebut pure karena misi yang kami bawa adalah misi bisnis dari SwadesiPrinting dan dibiayai secara mandiri oleh perusahaan kami.
Memang betul saya sering berkunjung ke Jogja atau Jakarta namun tak pernah se 'pure' ini. Kadang berkunjung untuk bisnis tapi dibiayai oleh personil non bisnis.Kadang berkunjung untuk bisnis tapi bisnisnya adalah bisnis orang lain. Nah, kunjungan kali ini tentulah jauh berbeda karena sebuah kunjungan yang sangat mandiri.
Lalu apa hasil dari kunjungan tersebut? Sangat banyak! Saking banyaknya sayapun kesulitan untuk memanfaatkan hasil kunjungan tersebut untuk memajukan bisnis Swadesi. Namun, alhamdulillah diakhir-akhir kunjungan di Kota Gudeg itu saya berhasil membuat pola pengembangan bisnis yang memungkinkan ditindaklanjutinya aneka ragam hasil kunjungan tersebut untuk kemajuan gerakan usaha Swadesi.
Sebuah pola pengembangan bisnis yang dapat mempercepat pengembangan layanan secara geographis dan pengembangan layanan secara dramatik baik dalam konteks kuantatif maupun kualitatif.
Pola tersebut walaupun telah dipraktekan dengan sukses selama kurang lebih 2 tahun dalam skup kecil, namun keberhasilan itu tak dapat menjamin kesuksesan dalam skup yang lebih luas.
Namun, saya tak mau hasil di masa depan itu membebani pikiran dan mental kita. Yang terpenting adalah melakukan yang terbaik untuk saat ini. Tentang hasil dari aksi terbaik tersebut, kita pasrahkan saja kepada Sang Pemilik Waktu saja.
Sayangnya saya belum memiliki keberanian moral untuk menyampaikan secara terbuka kepada publik seperti apa pola pengembangan bisnis yang akan dilakukan tersebut, namun secara umum pola yang saya rumuskan tersebut saya yakini dapat menjamin peningkatan jangkauan layanan ke seluruh pelosok nusantara dan peningkatan pendapatan secara quantum tanpa banyak energi yang dilepaskan, baik itu dalam bentuk dana, mesin produksi, teknologi, serta manusia.
Bagaimana hal itu dapat dilakukan? Yah alas logikanya sederhana saja. Bahwa kota Jogja adalah kota yang menjadi gerbang menuju Nusantara. Posisi gerbang tersebut tidak sekedar dalam konteks infrastruktur transportasi saja, tetapi juga berkaitan dengan faktor kepercayaan konsumen nusantara terhadap layanan yang dihasilkan di oleh kota budaya ini dan faktor pemanfaatan aneka faktor produksi yang terpasang di kota ini dalam skala raksasa yang tak mungkin dapat dibangun dalam waktu 50 tahun bahkan satu abad gerakan bisnis ini.
Tiga faktor itu berada dalam satu kota yang bernama jogjakarta yang hanya memakan waktu 1,5 jam saja untuk mengaksesnya.
Saya berharap di Kota ini kita dapat turut memiliki dan mengelola puluhan sdm yang kredibel dan kompeten di bidang industri kreatif, turut memiliki dan mengelola image positif kota Jogja sebagai pusat peradaban tinggi di nusantara, serta turut memiliki san mengelola mesin-mesin produksi berskala raksasa. Yang mana semua itu akan kita lakukan dalam tempo yang singkat, energi yang tak terlampau banyak serta yang terpenting, tanpa menggadaikan moralitas dan harga diri sebagai insan swadisi yang mandiri, peduli serta selalu berbagi.

Selasa, 24 Desember 2013

Korupsi dan Berbagi

Dalam 10 tahun terakhir energi bangsa ini telah terkuras habis oleh persoalan korupsi. Korupsi menjadi issue yang memalingkan kita dari persoalan-persoalan strategis yang berkaitan dengan manusia, pengetahuan dan lingkungan.
Formula untuk memberantas korupsi yang sangat sederhana menjadi persoalan yang rumit dan bertele-tele. Karena telah bercampur dengan kepentingan politik beberapa puluh orang yang memegang kendali pada negeri.

Padahal persoalan korupsi itu hanyalah persoalan pengaturan distribusi kekayaan dan peluang ekonomi. Silahkanlah kelola kekayaan negeri ini sampai puas, asalkan tak melarikan hasilnya ke luar negeri. Silahkan kuras minyak bumi, emas dan aneka tambang, tapi jangan sampai hasilnya dinikmati warga seberang yang jauh dan telah mapan peradabannya.
Saya yakin jika dikompromikan semua akan beres. Dan tak akan habis lumbung harta ibu pertiwi untuk memuaskan nafsu kemanusiaan mereka.

Tapi kompromi itu tak kunjung dilakukan. Semua bertikai. Hukum dan aparatnya dijadikan alat untuk saling menyingkirkan, saling mendominasi. Saya memprediksi ada kekuatan yang sangat besar yang secara terencana mengatur agar para pengelola negara saling curiga, saling sikut, saling singkir-menyingkirkan lewat issue korupsi. Kekuatan besar itu tidak menginginkan terjadinya kompromi agar bangsa ini sibuk terlena dan lalai mengurusi anak bangsanya sendiri. Kekuatan besar itu ingin generasi bangsa ini tetap bodoh tak berdaya.

Proses kompromi pernah dicontohkan oleh nenek moyang kita, khususnya dalam perjalanan sejarah sosial-politik masyarakat Kalbar. Di provinsi ini terdapat cukup banyak kerajaan/ kesultanan. kesultanan Pontianak, kesultanan kubu, kesultanan mempawah, kesultanan sambas, kesultanan landak, kesultanan sintang (?). Banyaknya kesultanan tersebut tidak berarti Kalbar menjadi daerah yang penuh dengan konflik. Saya menduga para pendahulu kita itu sangat meyakini kekayaan daerahnya yang berlimpah.Sehingga untuk mengelola dan memanfaatkannya tak perlulah hingga terjadi pertarungan politik apalagi peperangan. Saya menduga mereka telah berkompromi untuk saling berbagi dan memfokuskan energinya untuk membangun peradaban sosial-budaya.

Dan hasilnya luar biasa. Walaupun era peradaban modern jauh lebih muda dari peradaban di pulau Jawa, Kemajuan pesat terjadi disegala bidang. Pengetahuan, teknologi, pengelolaan alam, interaksi global, dsb.

Sayangnya, kesadaran kita sebagai pemimpin telah raib bersama tebalnya selubung keserakahan. Saking tebalnya, kita merasa kehilangan daya sehingga merasa tidak mampu bahkan hanya untuk menjawab persoalan-persoalan kecil di depan mata.

Jika bisa berbagi, kenapa harus korupsi.

Senin, 23 Desember 2013

JUJUR ITU PENTING

Sebuah tulisan pada 11 Mei 2010 pukul 19:14

Kejujuran adalah syarat mutlak bagi seorang pebisnis agar dapat melangkah maju dan sukses. Orang yang menjadikan kejujuran sebagai prinsip hidupnya akan menjadi orang yang berani, luwes, terbuka, open minded, sabar, tenang, ikhlas, dan tegar. Dengan sikap itu, banyak orang yang akan senang dengannya, kawanpun bertambah. Mereka akan datang mengunjungi kita dengan senang hati sambil membawa hati mereka, pikiran mereka, tenaga mereka, bahkan uang mereka.

Tak heran jika saudara-saudara saya orang Tionghoa lebih banyak yang sukses dengan berbekal prinsip kejujuran itu. Sebut saja Pak Jimin, seorang Tionghoa yang menjadi rekan saya pada saat bekerja di perbatasan Malaysia sekitar Tahun 2003 lalu. Pada awalnya Pak Jimin adalah seorang pekerja. Ia bekerja dengan ikhlas, membantu rekan-rekannya mengelola beberapa penggergajian kayu di daerah perbatasan. Ia juga menjalankan bisnis eksport-import kayu ketaman (sawn timber).

Tanpa perjanjian, tanpa surat-menyurat, Pak Jimin mengelola uang ratusan juta rupiah.Sebuah angka yang tidak kecil. Tak ada sedikitpun terbersit dari pikirannya saat itu untuk mengambil uang itu sepeserpun. Walaupun hal itu sangat mungkin dan sangat aman jika ia mau melakukannya, karena ia yang memegang uang, ia juga yang membuat laporan. Tapi itu tidak ia lakukan. Padahal ia hanya mendapat gaji dari pekerjaan itu. Nilainya tidak sebanding dengan resioko yang ia tanggung. Sekitar seribu ringgit Malaysia, atau sekitar Rp 2,5 juta pada tahun itu.

Karena tidak pernah ada masalah, akhirnya kawan saya itu dipercaya untuk membuat perusahaan perkebunan. Ia mendapatkan 5% saham dari setiap perusahaaan yang ia kelola. Dibantu oleh rekan-rekan, termasuk saya, puluhan ribu lahan berhasil ia dapatkan ijinnya.

Begitu ijin konsesi pemanfaatan hasil hutan didapat, kebijakan pemerintah berubah haluan. Semua kayu hasil tebangan dilarang keluar. Investor dari Malaysia yang menjadi rekanan bisnis Pak Jimin putus asa. Lalu menyerahkan semua perusahaan tanpa aset (hanya aset ijin legalitas perkebunan yang sangat-sangat tidak likuid) kepada Pak Jimin.

Rezeki untuk orang-orang jujur tak akan lari kemana. Beberapa tahun kemudian, seiring dengan krisis minyak dunia, para investor sawit nasional dan Asia menyerbu Kalimantan Barat. Mereka datang untuk mencari lahan dan menanaminya dengan sawit.

Singkat cerita, perusahaan Pak Jimin yang tak memiliki aset dan hanya memiliki ijin perkebunan yang pada awalnya tidak berharga itu mendadak jadi rebutan investor. Salah satu perusahaannya yang memiliki ijijn perkebunan seluas 20.000 Ha dibeli investor dari Malaysia sebesar Rp 1 Milyar. Pak Jimin mendadak kaya. Dari uang itu ia membangun usahanya sendiri. Usaha yang berkembang pesat hingga hari ini!

Kejujuran dan kesuksesan adalah sebuah sebab akibat. Tidak memandang suku dan agama, orang jujur pasti akan sukses. Jadi apakah kita masih ingin berbuat tidak jujur? hahaaa, ya terserah.

Al-Quraan: buku wajib para pemimpin

Sebuah tulisan pada tanggal 2 November 2010 pukul 0:40

Banyak yang menganggap membaca Al-quraan itu tidak mengasyikan sebagaimana mengasikanya pada saat kita membaca bukunya Andreas Hirata, hehe.

Namun anggapan tersebut ternyata salah. Sedikit berbagi..

Ada cara yang asyik membaca Alquraan ternyata, yaitu dengan membaca sejarah kehidupan Rasulullah. Orang-orang yang buta bahasa Arab dan jauh dari lingkungan yang Islami, seperti saya,akhirnya ikut2an 'terperosok' untuk mempelajari Al'quraan.

Saya terperosok, setelah membaca sirah Rasulluah SAW. Ada beberapa point kehebatan Al-quran ternyata dibandingkan dengan kitab-kitab suci lainnya (ini salah satu bagian yang mengasyikan itu). Bahwa Wahyu dalam Al-quraan itu ternyata diturunkan sangat kontekstual. Ia turun untuk menjawab persoalan-persoalan pelik yang dihadapi oleh Rasulullah dalam memimpin umatnya. (tahunya sangat telat neh, kacau).

Setiap ada persoalan, turun wahyu. Wahyu itu turun dalam momentum keseharian Rasulullah saat memimpin ummatnya, saat bertempur, saat mengatasi konflik sosial, saat pembagian harta, saat terjadi pertengkaran, saat menghadapi orang-orang munafiq, saat ada dampak negatif dari alkohol,dsb. Inilah yang mungkin disebut oleh orang bijak bahwa Al-quraan itu 'membumi'.

Hebatnya lagi wahyu-wahyu itu yelah teruji oleh sejarah dengan bukti banyaknya persoalan-persoalan pelik yang dapat diselesaikan yang dihadapi di sepanjang era kenabian beliau.


Wahyu-wahyu yang turun secara kontekstual itu selaras dengan keberhasilan beliau didalam membangun dan memimpin umat. Salah satu indikatornya adalah dengan berlipatnya jumlah pengikut beliau. Dari 7 orang pada saat Bai'at Aqabah tahun 11 era kenabian, lalu 70 pada baiat ke-2, 2 tahun berikutnya, lalu 90 orang saat beliau tiba di Madinah, lalu menjadi 300 setahun setelah beliau di madinah, kemudian berlipat menjadi 1400 orang pejuang militan dan ribuan pengikut pada waktu 5 tahun setelah hijrah. Dan kini hampir 2 milyar orang pengikut (ummat Muhammad) dalam waktu hanya 14 abad.


Pertanyaannya, Kepemimpinan yang menggunakan buka mana, selain Al-quraan, yang mampu mencapai keberhasilan yang sangat revolusikner seperti itu? Hanya kepemimpinan yang berbasis kepada Al-quran dan dijalankan secara kontekstual lah yang mampu mencapai hasil luar biasa seperti itu.

oleh karena itu, bagi saya sudah semestinya Quraan bukan sekedar kita jadikan kitab suci simbolis saja, akan tetapi menjadi buku wajib bagi para pemimpin.

Nah kini, banyak persoalan muncul di tanah air. sebagaian besar masalah tersebut diakibatkan oleh para pemimpin negara/kelompok. Tentu ada yang salah dengan cara berpikir mereka.
Dan pastilah ada persoalan dengan buku-buku yang mereka pelajari.

Saya yakin jika ada keseimbangan antara memahami teks Alquraan dengan perjalanan Rasullah, akan banyak muncul pemimpin2 baru dengan leadership yang down to earth. Seorang pemimpin yang dekat dengan lingkungan. Seorang pemimpin yang mampu memecahkan persoalan rakyatnya. seorang pemimpin yang tegas dengan kemungkaran dan selalu berada di garis depan untuk membela bawahannya.

Dalam majelis facebok ini saya mengajak saya sendiri dan kaum muda di majelis facebook ini untuk mempelajari Al-quraan dengan dengan diiringi memahami sejarah kehidupan Rasulullah SAW.

Awalnya saya mencemooh perang, eksekusi mati, atau poligami, sebagaimana yang sering sepintas saya baca dari AL-quraan. Setelah memahami teks (terjemahan) dan konteksnya (sejarah diturunkan),saya menjadi begitu terkagum-kagum dibuatnya. Sungguh hebat dan luar biasa kemampuan wahyu menuntun kepemimpinan Rasulullah.

Anda bisa bayangkan begitu mudahnya memberantas korupsi di
Indonesia dengan menerapkan hukum yang tegas seperti yang diatur dalam
Alquraa.
Bahwa  hanya dengan memotong tangan 1 atau 2 orang pencuri saja akan membuat mereka kapok mencuri uang negara. Sederhana banget ternyata!

Ga perlu buat undang2 ini dan itu, atau komisi-komisian yang menghabiskan anggaran negara. China telah membuktikannya. Dan ternyata, China bisa melesat maju. Mengapa? Karena Ada Al-quraan (pemahaman sejarah) yang membumi di hati para pemimpinnya.

EGO


Sebuah tulisan pada tanggal 26 Agustus 2011 pukul 20:33

Kadang ego juga diperlukan, walaupun egoisme akan menggiring kita pada sikap sombong.

Refleksi Ramadhanku sebulan penuh justru merekomendasikan pentingnya membangun rasa ego itu.

Ingatlah bahwa para pemimpin dan manusia besar di muka bumi ini menghabiskan waktu dalam kesendirian sebelum keluar dan turut serta berperan aktif mendorong perbaikan.

Rasulullah sebelum periode kenabian sering menyendiri di Gua Hiro.
 Bill gates menghabiskan waktunya yang cukup lama untuk mengembangan program komputer dalam kesunyian, baru kemudian muncul sebagai manusia sosial yang menyumbang jutaan dollar bagi program kemanusiaan dan lingkungan.

Pak Aseng, seorang penampung ikan kaya raya di Kecamatan Teluk Pakedai begitu dermawannya saat ini, namun betapa ia begitu ego selama beberapa belas tahun sebelum kesuksesannya; berada di pondok sepi diujung sungai, jauh dari hiruk pikuk sosial politik, serta fokus bekerja menampung ikan dari para nelayan.

Nah kita???

Kita terlalu banyak mengoceh, kita terlalu banyak bersosial namun lupa mengembangkan potensi diri.

Padahal energi sosial itu tumbuh dari pribadi-pribadi yang kuat dimana didalamnya terdapat kebulatan ego yang solid.

Minggu, 22 Desember 2013

Kembali kepada Al-Quran


Tentang pentingnya ummat kembali kepada Al-quraan ini pernah menjadi kegelisahan saya 4 tahun silam saat sedang mengkaji sejarah pemikiran dan peradaban manusia.Saya menyimpulkan bahwa telah terjadi penguasaan pemikiran dan pengurungan imajinasi manusia sebelum revolusi besar yang dilancarkan Rasulullah di dunia Arab. Penguasaan pemikiran demi kepentingan material (disimbolkan dengan key word 'berhala') dan pengurungan imajinasi manusia melalui pendangkalan cara berpikir dan pelemahan daya fikir adalah sebuah kejahatan besar yang sangat kejam tapi  tak tampak.

Inilah yang menjadi tema besar pergerakan Rasulullah dan para Sahabat. Cara berpikir materialis, takliq buta dengan para ahli filasat dan politisi di jaman itu menjadi tradisi yang meluluhlantakan kemuliaan manusia. Manusia menjadi makhluk yang tak berdaya, merusak dan menyebarkan angkara di mana-mana. Manusiapun mengalami kesesatan yang nyata karena menganggap fatwa politisi dan ahli pikir sebagai sesuatu yang benar. Ahli pikir lainnya yang tidak sepakat berupaya menentang gagasan itu dengan membuat gagasan baru. Lalu mengajak para penguasa untuk mendukung gagasannya. Lalu berseliweranlah hasil pemikiran manusia.Lalu menyebarlah konflik dan perebutan pengaruh dan kekuasaan, lalu hancurlah kedamaian manusia. Tak ada yang peduli dengan penderitaan sesama manusia, mereka hanya peduli dengan nasibnya sendiri dan nasib tuannya, nasib bosnya. Manusia menjadi pengatur nasib dan masa depan manusia yang lain.

Persepsi manusia dikendalikan oleh gagasan segelintir orang. Tak ada yang pasti. Sesuatu yang  buruk menjadi baik dan yang baik menjadi buruk. Manusia mengalami kebingungan memaknai lingkungannya karena tak ada sumber informasi yang dapat dipercaya. Semua didasarkan kepada kepentingan politis dan material. Akhirnya kejahatanpun merajalela. Karena kejahatan dianggap sebagai sebuah kebaikan dan kebaikan justru dianggap sebagai sebuah kejahatan. Cara berpikir manusia jadi kacau yang berakibat kepada kekacauan tatanan sosial dan politik. Terjadilah penindasan dan penguasaan antar manusia. Yang kuat menindas dan menguasai yang lemah, yang pintar menguasai yang bodoh, yang cerdas memproduksi pemikiran yang dapat mempertahankan kebodohan manusia yang lain. Saya tak tau, mungkin Rasulullah muda saat itu bingung mau berbuat apa, sehingga menjauh, menyepi dan berusaha mencari solusi.

Rasulullah muda resah. Tak mungkin melawan pemikiran rusak yang telah merasuk hingga ke tradisi dan perilaku tersebut hanya dengan membuat seratus atau seribu idea yang bersifat antitesis. Tak mungkin melepaskan ketertindasan manusia hanya dengan membangun kekuatan politik baru belaka.  Hingga (mungkin) turunlah hidayah Allah langsung kepada Rasululaah muda melalui Malaikat Jibril.

Ayat pertama adalah Iqro, yang berarti bacalah. (Mungkin) maksudnya adalah jangan baca teks hasil pemikiran manusia yang lain,  "Bacalah dengan menyebut nama Tuhan Mu yang telah menciptakan", demikian gagasan awal perubahan itu turun.

Ayat ini sangat revolusioner karena akan menggantikan niat manusia dalam membaca dan berpikir yang semula demi kepentingan materi, demi kepentingan kekuasaan, menjadi hanya untuk Allah semata (immaterial).  Dengan turunnya Ayat tersebut, maka  niat manusia dalam membaca dan menulis yang ditujukan hanya untuk menguasai manusia lain demi kepentingan material semata, harus dihapuskan dan digantikan dengan niat yang lebih suci, yaitu hanya untuk Tuhan semata.

Lalu ayat selanjutnya disampaikan lagi. Bacalah! Dan Rabbmu adalah Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan dengan pena. Dia yang telah mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya

Ayat selanjutnya semakin menegaskan tentang akan terjadi revolusi yang sangat fundamental. Bahwa hanya Tuhan lah yang menjadi sumber idea pemikiran manusia, bukan ahli filsafat atau negarawan atau politisi. Dan Tuhanlah yang harus dijadikan guru utama yang harus dirujuk karena merujuk pada manusia pasti akan berakibat pada kekacauan.

Selanjutnya dalam sejarah kitapun dapat menyaksikan bahwa Alquraan pada akhirnya mampu menjadi sumber ilmu baru manusia menggantikan idea, teks dan pemikiran yang berkembang pada saat itu. Tak hanya menjadi pengganti, akan tetapi Al-quraan mampu berhasil memformat ulang cara berpikir manusia secara fundamental dan sistematik. Fundamental karena basis pemikiran hukum, sosial, politik dan budaya yang semula berbasiskan pemikiran satu atau sekelompok orang diberangus dan dikembalikan kepada idea non manusia (baca: Tuhan).

Sistematik karena ayat-ayat itu diturunkan  disesuaikan dengan track perjuangan dan masalah yang dihadapi oleh Rasulullah pada saat itu.  Proses penurunan idea secara sistematik-historis itu pula yang mampu mengokohkan ajaran Alquraan dalam pemikiran para sahabat yang buta huruf sekalipun, sekaligus mengokohkan Al-quraan kedalam syaraf-syaraf sejarah sehingga tidak memungkinkan bagi ahli pikir sejenius apapun untuk menghapuskannya. Hingga saat ini!

Di abad 21 ini tampaknya ada upaya lagi dari segilintir orang untuk melakukan penguasaan pemikiran manusia, untuk mengeksploitasi mereka, untuk menindas mereka demi kepentingan material. Pengkodean aliran pemikiran, penciptaan metodologi gerakan, strategi dialektika gagasan, telah melahirkan ribuan bahkan jutaan manusia yang berpikiran materilistik. Mereka membuat aneka kebijakan yang menjauhkan manusia dengan dirinya sendiri, menjauhkan manusia dengan alamanya, menjauhkan manusia dengan Tuhannya.

Mereka yang tahu tentang kejahatan itu tak bisa berbuat banyak. Karena tak tau dari mana titik pangkal kekacauan itu terjadi. Perang dimana-mana, pembunuhan manusia atas manusia lain, penebangan hutan yang menghabiskan ribuan spesies, makanan dan obat beracun, virus-virus ganas yang dikembangkan, sistem keuangan yang mengkerakeng kesejahteraan manusia hingga pengendalian satu negara dengan negara lain hanya melalui tuts-tuts keyboard, melalui kebijakan suku bunga dan jual beli mata uang. Edan!

So, silahkan lawan kejahatan itu dengan sejuta artikel dan semilyar seminar pakar, pasti tak akan mampu. Silahkan lawan dengan seribu metode gerakan, apakah gerakan kiri, gerakan kanan, gerakan  tengah, hingga gerakan bawah tanah, pasti tak akan mampu merubah keadaan. Silahkan satukan para prajurit perang yang gagah perkasa dari seratus negara, hampir pasti akan gagal. Karena semua kejahatan tersebut berasal dari pemikiran, berasal dari teks yang sengaja dibuat segelintir manusia untuk menyesatkan dan menguasai manusia lainnya.

Lalu apa yang harus dilakukan? tak lain dan tak bukan, kembali kepada idea awal, idea yang bukan dari manusia, idea yang telah ada sejak bumi diciptakan, idea yang genuine. Apalagi kalau bukan idea yang terkodefikikasi dalam kitab suci Al-quraan.



23 Desember 2013

Setahun Hidup Bersama

Oke, saya ingin mengawali tulisan ini dengan refleksi pribadi tentang apa yang saya lakukan selama 13 tahun belakangan ini (2000-2013).
Rasanya begitu banyak yang telah saya kerjakan. Tapi ya itu, hanya 'rasanya' aja.
Apapun dikerjakan. Menjadi 'budayawan warung kopi' yang selalu berdiskusi di warkop siang- malam yang sesekali di sela-selanya menjadi komentator politik kelas warkop. Lalu sempat pula menjadi staf khusus orang nomor satu di kalbar nyambi kerja menjadi admin perusahaan swasta diperbatasan Malaysia. Lalu jadi konsultan di bidang pariwisata nyambi jadi pengusaha di bidang percetakan juga dan penasehat politik juga sambil ngajar jadi dosen mata kuliah pemasaran juga. Lalu coba-coba jadi pejabat di kampus juga, nyambi ngisi pelatihan disana-sini sekaligus jadi pekerja seni desain grafis. Dan kalau lagi senggang jadi komentator di facebook juga yang hiperaktif mengomentari segala hal. Apa-apa aja dikomentari, apa-apa dikritisi. Wah, kayak udah hebat-hebatnya aja. Padahal hanya komentator fb.
Sungguh rasanya begitu banyak yang dikerjaan. Tapi ya itu...hanya 'rasanya' saja. Bukan nyatanya.
Karena setelah dihitung-hitung, ternyata energi yang dikeluarkan tak sebanding dengan manfaat yang diterima saya pribadi dan lingkungan.
Hingga pada suatu ketika saya terjaga, lalu munculah pertanyaan reflektif, apasih manfaat waktu dan hidupku selama 13 tahun ini? Mengapa rasanya begitu banyak yang dikerjakan, namun tak ada satupun bangunan yang menjadi menara? Rasanya begitu banyak yang dilakukan tapi semua terasa hampa. Hampa di jiwa, hampa di harta juga.heheee.
Lalu, sebenarnya aku ini ingin jadi apa sih, mau kemana dan sedang ngapain sih? Kok kayaknya sibuk sendiri, resah sendiri...
Singkat cerita, setahun yang lalu munculah key word 'fokus' dalam benak saya. Lalu sayapun mulai belajar tentang fokus. Aneka literatur dan sumber informasi saya pelajari.
Sayapun mulai fokus sefokus-fokusnya. Yang pertama saya harus fokus dengan diri sendiri. Saya melakukannya dengan sangat kejam. Saya memutuskan komunikasi dengan lingkungan lama. Hal ini bukan pekerjaan sulit di dunia serba digital ini. Tinggal ganti nomor Hp, putus deh dengan lingkungan lama. Sayapun tak membaca koran, buku dan menonton berita televisi yang isinya korupsi dan korupsi lagi. Lalu saya memandirikan ekonomi dengan hanya mengandalkan kemampuan saya dalam desain grafis dan sedikit kemampuan menulis lalu mengolahnya menjadi produk dan layanan publik, sehingga tak bergantung kepada person to person tapi bergantung pada Tuhan. Sayapun 'membunuh' facebook saya, lalu berinteraksi secara offline dengan rekan-rekan sevisi dan segagasan dalam satu tempat.
Hasilnya? Yah secara material tak ada bedanya dengan yang lalu-lalu, hehee. Tapi saya merasa lebih bahagia. Karena jauh lebih tenang dan bisa punya waktu yang banyak untuk belajar bersama istri dan anak-anak di rumah, mengolah bisnis kreatif dan berbagi ilmu dengan 20an sahabat kreatif di swadesiprinting, berbagi ilmu melalui aktivitas tulis menulis dan forum diskusi yang sepi dari hiruk pikuk eksistensi serta menikmati keindahan alam semesta lewat aktivitas air rifle hunting yang saya gemari.
Sudah setahun hidup bersama Fokus, dan saya merasa hari ini hidup lebih indah dan selalu yakin bahwa hidup AKAN semakin indah.

Sabtu, 21 Desember 2013

Maling Baik dan Maling Buruk

Hari jumat kemarin saat saya menjadi dosen tamu disebuah kampus negeri, saya terlibat diskusi dengan salah seorang staf pengajarnya. Ia mengeluhkan buruknya sistem pelayanan di kampus ternama tersebut. Iapun menghubungkan buruknya pelayanan tersebut dengan perilaku korup beberapa pejabat di kampus tersebut.

Ia meminta pendapat saya. Saya tak punya opini apapun.

Namun saya tetap berpikir apa yang harus saya katakan kepadanya. Sayapun memberikan opini saya dengan mengatakan bahwa saya bukanlah orang baik. Dan saya juga memiliki banyak teman yang juga suka maling.

"Namun, teman saya yang maling itu jauh lebih baik dibandingkan maling di kampus Bapak", sambung saya. Ia memandang saya dengan serius.

Lalu saya melanjutkan opini saya." Teman saya yang maling itu lebih baik karena ia tak pernah maling di kampungnya sendiri. Sedangkan Maling di kampus Bapak jauh lebih buruk lagi. Sudahlah suka maling di luar kampus, di kampus sendiri tempat ia mengajar dan dibayarpun masih juga mau maling. Maling kayak gitu tak boleh dikasih ampun", kata saya.

Ia memandang mata saya dan sayapun menghisap rokok saya dalam-dalam.

Tips Bangun Pagi

Bagi sebagian besar teman yang bergerak di industri kreatif,  bangun pagi adalah aktivitas yang sangat sulit dilakukan. Kebiasaan bekerja di malam hari dan keengganan untuk melepaskan nikmatnya hidup  bermalas-malasan, merupakan beberapa penyebab saja dari kebiasaan bangun siang.

Namun, hukum alam pasal pembagian rezeki justru mengatur bahwa sebagian besar pembagian rejeki di bidang industri kreatif itu terjadi pada di pagi hari, bukan malam hari. Oleh karena itu jangan heran jika para pekerja kreatif yang punya tradisi bangun pagi cenderung lebih baik hidupnya dibandingkan dengan pekerja kreatif yang bangun dan mulai beraktifitas saat matahari sudah sangat tinggi.

Oleh karena itu bangun pagi harus dijadikan tradisi bagi kita semua.Jika tidak bisa, jangan harap hidup kita dapat beranjak menjadi lebih baik.

Bagi teman-teman yang masih sulit bangun pagi, berikut beberapa tips yang bisa dilakukan.

1. Atur Waktu Tidur
Kebanyakan masalah sulitnya bangun pagi adalah rasa lelah pada otot mata dan badan akibat terlalu malamnya kita istirahat. Jika terlalu lelah sehebat aoaoun anda mengatur waktu bangun, akan tetao gagal. Oleh karena itu jangan atur bangun anda rapi aturlah tidur anda. Jika Anda punya kebiasaan tidur jam 2 subuh, rubahlah. Paksakanlah agar maksimal pada pukul 10 malam anda sudah menghentikan aktivitas dan tidurlah. Semakin awal kita tidur semakin mudah kita untuk bangun di pagi hari.

2. Buatlah timer lamp di kamar tidur.
Jika kita terbiasa tidur dalam keadaan gelap, rubahlah kebiasaan tidur dibawah cahaya lampu.Hal ini akan mempermudah kita untuk tidak kembali tidur saat telah terjaga dari tidur di pagi hari. Suasana kamar yang gelap akan menghasut kita untuk tidur kembali,  walau kita telah terjaga dipagi hari. Jika tak bisa tidur dalam keadaan terang, pasanglah timer yang memungkinkan lampu kamar tidur Anda menyala secara otomatis pada pagi hari.

3. Carilah hobby yang dilaksanakan pagi hari.
Jika Anda punya hobby, lakukanlah hobby tersebut dipagi hari. Hal ini sangat manjur. Saya sendiri dapat lebih mudah bangun pagi setelah memiliki hobby berburu yang mengharuskan saya turun dari rumah jam 4 pagi.

4. Langsung beraktivitas.
langsunglah melakukan aktivitas pada saat Anda terjaga dipagi hari. Misalnya langsung ke kamar mandi cucimuka dan gosok gigi.lalu membuat kopi, bermain game di komputer atau lari pagi.

5. Spray Anti Malas
Kalau masih sulit bangun pagi, pergilah ke toko parfum dan belilah botol parfum kosong dan isilah dengan air bersih. Simpan di dekat bantal anda.Jika anda terjaga dipagi hari, semprotkan air tersebut di mata dan muka Anda. Setelah air membasahi wajah Anda pasti Anda enggan memejamkan mata kembali. Cara ini sangat manjur untuk melatih anak saya bangun pagi. Anak saya yang berumur 4 tahun menyebutnya obat anti malas.

Gitu caranya bangun pagi bro. Saya yakin tios ini sangat mujarab soalnya sudah dipraktekin, hehee.

Pekerja

Ada beberapa hal yang perlu kita pahami dalam melaksanakan misi sosial sebagai insan swadesi. Pertama didunia ini sudah sunatullahnya ada pengusaha dan ada pekerja.
Para pengusaha kayak kita ini bekerja berdasarkan tanggungjawab, visi dan cita-cita, kesenangan dan empati yang tinggi kepada konsumen. Sedangkan pekerja itu bekerja dengan orientasi bayaran. Mereka akan mendapat bayaran sesuai dengan pekerjaan yang menjadi kewajibannya. Mereka dak pernah disibukan dengan cita-cita.

Nah, kite tidak bisa memaksakan orang untuk menjadi salah satunye.Yang bisa kita lakukan adalah menyalurkan potensinya.Jika memang bakatnya pekerja ya harus dikontrol apa yg jadi tanggung jawabnya.jika bakatnya jadi pengusaha ya harus dibina terus apa empatinya, cita-citanya dan kesenangannya agar produktif.

Swadesiprinting sebagai sebuah organisasi bisnis juga tak akan mampu menghindar dari sunatullah itu. Oleh karenanya mereka yang mengelola harus memahami cirikhas dari manusia yang ada didalamnya. Dan adalah menjadi kewajiban kita untuk membantu siapapun agar dapat menemukan diri mereka sendiri, menggali dan memanfaatkan potensi diri, bersikap mandiri dan peduli serta bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Jika mereka tidak mau, maka gugurlah kewajiban kita....

Mesin Absensi

Paket ini adalah kiriman dari Bhinneka.com yang berisi mesin absensi sidik jari. Mesin itu akan saya gunakan di SwadesiPrinting yang saat ini mengelola dan dikelola oleh lebih kurang 20 orang.

Mesin ini mungkin sudah sangat biasa bagi organisasi-organisasi bisnis yang mapan. Tapi bagi kami mesin ini adalah mesin yang sama sekali baru.

Mesin ini bukan sekedar mesin yang merekam jam kerja karyawan, tapi sebuah prasasti fungsional yang akan menjadi simbol transformasi manusia swadesi. Dari seorang manusia yang tak mau terikat waktu menjadi manusia yang harus tunduk dengan waktu. Dari manusia yang memiliki jam kerja suka-suka menjadi manusia yang memiliki jam kerja yang tetap dan teratur. Dari manusia yang tak pernah tegas dengan kesalahan akibat keterlambatan, menjadi manusia yang akan membeci kesalahan akibat keterlambatan.

Saya yakin akan ada penolakan dari rekan-rekan swadesi dengan kebijakan penerapan mesin pencatat yang superjujur ini. Alasan yang akan mengemuka adalah mesin itu akan membuat lingkungan kerja menjadi tak nyaman karena menjadi terlalu saklek dengan waktu kerja.

Jika penolakan itu terjadi maka mereka yang menolak harus membuat kesepakatan tertulis dengan saya. Isinya adalah menerima dengan ikhlas dan lapang dada jika manajemen tidak tepat waktu dalam menyerahkan gaji atau THR. Sehingga gaji boleh terlambat hingga satu minggu, dan THR boleh terlambat hingga satu bulan. Pasti mereka mau, bukankah ketepatan waktu dalam gajian dan perayaan lebaran itu tidak penting? Dan bukankah ketepatan waktu dalam gajian atau pemberian THR itu adalah bentuk kesaklekan yang akan  membuat suasana kerja menjadi kaku?

Hihiii...

Pontianak, 22 Desember

Rabu, 18 Desember 2013

W.A.K.T.U

Semua manusia memiliki jatah yang sama dalam sehari, seminggu sebulan atau setahun. Tapi mengapa hasil pencapaian sesorang dalam kehidupannya bisa berbeda?

Usama bin Zaid, sahabat Nabi berumur 20 tahun misalnya, telah mampu memimpin dan mengelola pasukan tempur sebanyak 3rb prajurit pada saat penaklukan kota yang berada dalam kekuasaan Romawi.  3rb pasukan itu setara dengan 3 batalyon. Satu batalyon biasanya beranggotakan 1000 prajurit dan dipimpin oleh perwira bepangkat Kolonel dengan umur antara 40-50tahun.

Pertanyaannya, kapan dan bagaimana bang usama itu mengelola dan memanfaatkan waktunya untuk belajar, untuk berlatih, untuk bermain, refreshing atau bercengkrama dengan rekan-rekannya. Sehingga dengan usia semuda itu ia telah memiliki pengetahuan dan mental untuk memimpin pasukan yang demikian banyak?

Sementara pada usia yang sama kita bahkan belum mampu memimpin panitia 17an di kelurahan. Bahkan pada saat umur telah hampir menginjak kepala 4 seperti saya, kita masih kewalahan mengatur organisasi dengan jumlah manusia di bawah 20 orang?

Setelah melakukan refleksi, ternyata betul bahwa sebagian besar manusia itu merugi karena seringkali menyia-nyiakan waktu yang kita miliki.  Karena tak mampu memanfaatkan waktu pada saat remaja untuk belajar dan mengasah kererampilan, akibatnya pada saat umur  telah mencapai 30 tahun, pengetahuan dan mental kita ternyata masih jauh tertinggal.

Entahlah, dulu saya tidak terlalu percaya bahwa ada hubungan antara prestasi seseorang dengan kemampuannya menghargai waktu. Artinya, mereka yang cenderung bersikap tepat waktu akan cenderung lebih berprestasi dibandingkan seseorang yang tak bisa bersikap tepat waktu. Namun kini saya percaya dengan teori itu.

Dan sayapun sangat percaya bahwa teori itu juga berlaku pada sebuah organisasi bisnis. Bahwa organisasi yang tak mampu menghargai waktu akan sulit berkembang dibandingkan dengan organisasi yang mampu mengatur waktu dengan tegas.

Bayangkan, apa jadinya sebuah organisasi bisnis jika setiap bulan selalu telat membayar gaji untuk karyawannya. Selalu telat menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan customer kepadanya. Selalu lalai membayar hutangnya kepada pihak ke-3. Dan apa jadinya organisasi bisnis apabila karyawan yang bekerja dalam organisasi bisnis tersebut tak memiliki rentang waktu yang jelas dalam bekerja.
Sangat mustahil bukan organisasi tersebut akan maju?

Oleh karena itu, sudah saatnya kita mulai belajar untuk menghargai waktu. Menghargai waktu adalah entry point agar kita dapat lebih terampil dalam mengelola waktu. Dan keterampilan dalam mengelola waktu adalah entry point bagi sebuah kesuksesan.

Dan apabila kita menjadi orang yang gagal menghargai waktu kita sendiri, setidaknya kita tak boleh gagal untuk belajar menghargai waktu orang lain.

Pontianak, 19 Desember 2013.

Jumat, 06 Desember 2013

Apa Salah Topeng Monyet?

Apa salah pengamen topeng monyet sehingga akan diusir dari Kota Pontianak oleh Pak Wali? Bukankah mereka adalah bagian dari warga negara Indonesia? Mereka bukan parasit seperti para koruptor, mereka adalah kelompok produktif yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, yaitu hiburan.
Apakah karena pemda DKI telah mengambil kebijakan serupa, lalu kita latah ikut-ikutan? Lalu hilang pertimbangan sosial-kemanusiaan kita? Apakah mereka tampak kumuh dan tak memililiki KTP daerah lalu layak untuk dimusuhi, layak untuk diusir?
Masalah ijin, apakah itu ijin hiburan, ijin tempat tinggal, hanyalah masalah administratif, bukan masalah politik tentang kewajiban negara untuk melindungi segenap warga negaranya. Bukan masalah kemanusiaan yang lebih substansial tentang kesetaraan setiap orang untuk berkarya dan mencari nafkah.
Mengapa justru kita menjadikan orang-orang pinggiran sebagai musuh.
Pingin buat festival topeng monyet agar Jakarta tahu, bahwa masyarakat didaerah bisa lebih jernih dalam menyelami sisi kemanusiaan dan keadilan.

Disampaikan dalam diskusi bersama mahasiswa polnep, Jumat 7 Desember 2013

Selasa, 03 Desember 2013

T.A.K.U.T

Saya tertawa terbahak-bahak setelah mendengar cerita seorang kawan berumur 40an tahun yang pelatih karate meninggalkan kerjaannya memperbaiki instalasi listrik di swadesiprinting gara-gara mencium aroma wewangian.

Ketertawaan saya sebenarnya bukan dalam konteks mengejeknya. Tapi dalam konteks mentertawakan saya yang dahulu juga penakut.

Namun penyakit penakut dengan hantu, jin dan sejenisnya itu sudah pergi jauh meninggalkan saya.

Dulu kalau berada seorang diri saya suka merinding. Merasa ada sesuatu yang aneh di sekitar saya. Tapi sekarang justru berada ditengah keramaian bulu saya suka berdiri, khususnya bulu di remoat-tempat terrentu, hehee.

Dulu saya akan lari menghindar kalau ada aroma wangi hinggap di hidung saya. Sekarang kalao ada aroma wangi malah saya akan datang mendekat lalu menghirup untuk menikmatinya.

Takut itu menurut saya adalah penyakit psikologis yang berbahaya. Orang penakut biasanya berkeperibadian peragu, reaksioner, tidak tenang, gopoh dan lamban dalam bersikap.

Kepada sang kawan ahli beladiri itu saya bertanya apa sebenarnya yang ia takutkan.

Ia menjawab, "hantu!".

"Hantu yang seperti apa?",  tanya saya.

"Yaa pocong, gendoruwo dan aneka makhluk yang menyeramkan lainnya", jawabnya.

Sayapun bertanya lagi apakah selama ini ia pernah menyaksikan makhluk-makhluk aneh itu? Ia menjawab tidak pernah. Lha dengan sesuatu yang tidak pernah dilihat kok kita bisa takut? Bukankah itu aneh?

Lalu saya mencoba meyakinkannya dengan menjelaskan bahwa makhluk yang ia takutkan itu sebenarnya adalah makhluk ciptaan manusia. Ia protes, dan mengatakan bahwa keberadaan makhluk halus dibenarkan dalam kitab suci Al-quraan. Saya bilang mana ayatnya? Mana ayat yang menyatakan bahwa ada pocong, gendoruwo, jin tomang, sundal bolong, dsb. Ia tak bisa menjawab.

Sayapun menegaskan kembali bahwa makhluk-makhluk itu adalah makhluk ciptaan manusia. Ia diciptakan melalui penggambaran imaginer yang diskriptif, lalu dipertegas dengan gambar visual dan ketika teknologi semakin maju dipertegas lagi dengan penggambaran animasi. Dengan cara itu maka akan terbentuklah halusinasi dalam penglihatan tak normal manusia. Penglihatan tak normal adalah penglihatan yang dilakukan tanpa kontrol kesadaran normal. Misalnya dalam situasi kelelahan, dalam situasi tidur dan terjaga, dalam kondisi cahaya yang kurang, dsb.

Makhluk-makhluk itu adalah ciptaan sastrawan dan seniman grafis yang dibuat sedemikian rupa sehingga mempengaruhi imaginasi dan memperkuat ketidaknormalan penglihatan manusia.

Sang kawan masih tetap tidak percaya. Ia masih berupaya meyakinkan saya bahwa makhluk itu "ada" dengan mengatakan bahwa beberapa orang pintar dan orang indigo mampu melihat makhluk-makhluk itu.

Saya tertawa dan menantangnya untuk membawa orang indigo luar negeri ke indonesia. Niscaya yang akan dia lihat bukanlah pocong. Tapi mayat hidup yang menggunakan jas. Niscaya yang akan dilihat bukanlah sundal bolong tapi wanita bule menggunakan daster dengan mata kosong yang lebam.
Dan kalau pocong, genderuwo dan sejenisnya itu ada, tentulah sekarang mereka sudah berimigrasi ke luar negeri. Ke Inggris misalnya. Dan orang indigo disana akan melihatnya disana. Nyatanya disana hanya ada vampire atau hantu-hantu berbaju rapi.

Hal ini membuktikan bahwa makhluk-makhluk itu adalah ciptaan manusia.

Makanya pada saat revolusi pemikiran di jaman Nabi, semua visualisasi makhluk dibakar dan dilarang keras. Karena akan menciptakan manusia-manusia yang hidup dialam nyata tapi berpikir di alam bentukan manusia.dan pada akhirnya menyebabkan rusaknya kualitas generasi. Generasi manusia menjadi generasi yang irrasional, penakut, peragu dan tidak berkualitas.

Ia hanya memandang omelan saya. Saya tak tahu apakah ia paham dengan apa yang saya ucapkan. Tamoaknya ia tak hanya bengong.

"Kenapa bengong bang?", tanya saya.

"Aku merinding", katanya.

Hadoh...

Pontianak 5 Desember 2013

Senin, 02 Desember 2013

Indikator ketenangan jiwa

Pada dasarnya pergerakan fisik itu berasal dari dinamika jiwa. Dinamika jiwa ditentukan oleh dinamika pemikiran. Olehkarenanya bisa dikatakan bahwa pergerakan fisik adalah cerminan dari dinamika jiwa dan fikiran.

Jika fikiran dan jiwa kita tenang, maka aktivitas fisik kita juga akan tenang. Dan ketika pergerakan fisik kita tidak tenang maka hal itu bisa menjadi indikasi ketidaktenangan jiwa dan fikiran.

Ketenangan berfikir dan kejiwaan kita bukanlah sebuah bawaan lahir yang bersifat tetap. Ia berdinamika.Oleh karenanya ketenangan berfikir dan ketenangan jiwa dapat dilatih. Keduanya terkait dengan keterampilan.

Jika kita merasa bermasalah dengan ketenangan fisik, ketenangan fikiran dan ketenangan jiwa, maka itulah titik pangkal dan pintu masuk menuju ke arah perbaikan.

Niatkan untuk memperbaiki diri dan terus melatih keterampilan dalam berfikir dan mengendalikan perasaan kita. Mintalah petunjuk kepada Allah, Ia pasti memberikan petunjuk itu dihati kita. Dengarjan petunjuk itu dengan cara menundukan rasa ego kita serendah2nya. Hanya dengan cara demikianlah antene penangkap sinyal petunjuk kita akan semakin sensitif. Dan setiap petunjuk yang dianugrahi Sang Maha Tinggi akan mampu kita tangkap.

Petunjuk itu bisa dalam bentuk ide, alur logika, fenomena di sekitar kita, keyakinan terhadap rencana tindakan, hingga dorongan untuk melakukan tindakan.

Fikiran dan jiwa yang tenang akan mengakibatkan perilaku kita tidak beraifat reaksioner menyaksikan dan merasakan dinamika lingkungan. Melihat yang baik rasanya sama dengan melihat yang buruk. Merasakan yang enak rasanya akan sama dengan merasakan yang tidak enak. Mendengarkan perkataan buruk tidak membalasnya dengan perkataan yang buruk pula. Merasakan tindakan jahat orang lain akan direspon sebagai petunjuk dan pelajaran bagi kita. Kita tak mudah terpancing dengan perbuatan apalagi perkataan orang lain. Kita akan selalu terbiasa berpikir sebelum bertindak. Selalu memikirkan akibat daripada sebab dan menjadikan kita mampu berpikiran jauh kedepan.

Kita akan terhindar dari berbagai persoalan, karena semua sudah dapat diprediksi, semua sudah dapat diantisipasi. Hidup tanpa masalah. Itulah ketinggian budipekerti yang menjadi prasyarat utama terkabulnya segala doa (keinganan dan harapan).Itulah ketentraman dan kemantapan  fikiran dan jiwa yang menjadi prasyarat kebahagiaan di akhirat.

Hati yang Lembut

Hati yang lembut membuat jiwa kita menjadi lebih tenang. Ketenangan akan membuat kita semakin damai dan tentram. Dari sinilah kebahagiaan akan dirasakan.

Hati yang lembut tak pernah mempertentangkan baik dan buruk. Namun hati yang lembut selalu memilih yang baik daripada yang buruk. Mempertentangkan baik-buruk, jahat-tidak jahat, benar-salah hanya akan mengacaukan ketenangan jiwa. Tak usahlah kita risaukan mereka yang berbuat keburukan di depan kita, tapi lakukanlah kebaikan di depan mereka.Tak usahlah kita risaukan orang berbuat kejahatan terhadap kita, tapi berbuat baiklah kepada mereka. Dan tak usah kita risaukan orang yang berbuat kesalahan tapi selalulah berusaha untuk berbuat yang benar saja.

Menerima kondisi dunia secara apa adanya tanpa mempertentangkan atau memprotes keberadaannya akan membuat kita semakin tentram berada di dunia. Dimanapun, kapanpun.Bahkan ketika tubuh ini berguncang meregang nyawa.Bahkan ketika kita menyaksikan bumi dan langit berguncang sebagai pertanda lenyapnya kehidupan dunia.

Pada tahap yang telah mapan dan tak tergoyahkan, kelembutan hati justru akan membuat kita semakin kuat. Tatapan mata kita, ucapan lidah kita, langkah kaki kita, dan tusukan pedang kita berisikan kebijakan. Tak akan pernah ada penyesalan atas semua tindakan yang dilandasi oleh kebijakan dan kesadaran. Pada titik itulah terjadi keselarasan antara niat, fikiran dan tindakan. Dan pada titik itulah tiada tertolak panjatan doa untuk kebaikan, karena keburukan bagi seseorang pasti bernilai kebaikan bagi orang lain. Maha Besar Allah. (Bungben)

ORANG JAWA LEBIH JAGO BERPOLITIK

Iseng-iseng otak-atik angka durasi umur negeri-negeri di Pulau Jawa. Kesimpulannya orang Jawa itu lebih jago berpolitik daripada orang ...