Kalau ga salah sekitar 5 tahun yang lalu saya membaca buku Kinichi Ohame yang berjudul Trust Society. Ohame adalah seorang futuristik kawakan dari Jepang yang mengajukan tesis bahwa kemajuan sebuah bangsa sangat terkait erat dengan kejujuran dari masyarakatnya. Menurutnya masyarakat yang jujur akan membuat relasi antar masyarakat menjadi lebih cepat dan lebih efektif. Misale temen saya yang jualan ikan di Pasar Flamboyan Pontianak, itu ga perlu pake giro untuk mengambil ikan dari pengepul. Cukup buat nota dari kertas bungkus rokok ia bisa mengambil ikan bernilai belasan juta dalam waktu yang tak sampai 5 menit. Bandingin aja ama proses pinjam uang di Bank...mumet buanget dah. Yo ribet, suwi dan belum pasti juga cairnya.
Nah, kejadian pada Gus Tanto yang dikejar2 sama pemilik ladang minyak, atau tambang batu bara kalau dijelaskan saya pikir ya sama dengan maksud bung Ohame tadi. Itu semua terjadi karena persoalan trust, persoalan kepercayaan.
Kalau mendengarkan cerita dari Gus Tanto, bahwa titik baliknya itu terjadi justru pada saat ia sibuk ngurusin pesantren dan anak yatim dan meninggalkan kesibukan bisnis. Banyak orang yang justru mengajaknya berbisnis justru ketika ia tidak ngurusin bisnis. Lho kok bisa...
Ya ga tau persis juga saya.Tapi sunatullah nya memang gitu. Kalau mau dipaparkan lewat analisis sebab akibat hal itu terjadi karena persoalan trust yang dimaksud ama k ohame tadi. Maksudnya, kalau kita berbisnis, normalnya kita akan berbisnis dengan orang yang jujur dan komit. Karena pada dasarnya semua orang memerlukan rasa aman atas aset-asetnya. Bahkan seorang mafia besar sekalipun ga suka sama mafia-mafia yang ga jujur dan ga komit.
Nah, saat Gus Tanto menyantuni anak yatim dan santri, banyak orang yang mengamatinya. Dan karena perilakunya yang sederhana dan apa adanya membuat banyak orang yang bersimpati kepadanya. Ketika itu terjadi Gus Tanto menjadi pusat berkumpulnya orang-orang baik. Orang-orang baik itu tentu saja menghasikkan data dan informasi yang baik-baik pula. Ketika itu terjadi, maka informasi tinggal dikelola. Informasi tentang 8000 ikan lele per hari disampaikan kepada pengusaha restoran lele. Informasi tentang areal tambang yang akan dijual tinggal disampaikan kepada pengusaha tambang yang sedang mencari areal tambang.Demukian seterusnya. Posisi manajer informasi berbasis kejujuran dan kepercayaan ini derajatnya jauh lebih tinggi dari makelar motor atau mobil. Kalau makelar biasanya hubungan antara pemilik dan pembeli akan terputus seketika usai transaksi dilakukan. Tidak demikian halnya dengan manajer informasi berbasis kepercayaan dan jejujuran. Kalau istilah www.kajiedan.com, orang seperti ini seperti belantik. Belantik adalah makelar sapi yang sering kita jumpai dipasar tradisional di pulau jawa.
Analogi belantik klop dengan apa yang terjadi pada Gus Tanto. Yang berbeda ada produk dan nilai produj yang dibelantiki aja. Kalau belantik sapi di Pulau jawa produk utamanya sapi dengan nilai transaksi 8-15 juta, sedangkan produk yang dibelantiki Gustanto bisa jadi lahan tambang dengan nilai 8-15 trilyun!
Perbedaan lainnya, kalau belantik sapi produknya hanya terbatas, sedangkan Gus Tanto yang memiliki banyak keahlian dan jaringan yang luas itu, memiliki produk yang tak terbatas.
Nah, fenomena belantik spiritual sukses ala gustanto ini secara sosio-bisnis memang sangat diperlukan. Karena semakin langkanya person dan atau organ yang masih memgang teguh nilai-nilai kejujuran dan keikhlasan. Para pelaku bisnis memerlukan penjual, produsen, dan pembeli yang kredibel yang direkomendasikan dan dipertemukan oleh orang yang kredibel pula. Disinilah letak penting sebuah organisasi berbasis komunitas tetap seperti pesantren atau pondok. Karena sebesar apapun sebuah organisasi islam, jika tak memiliki basis keanggotaan yang tetap, akan sangat sulit membangun kepercayaan dari pelaku-pelaku bisnis karena saratnya tarik-menarik kepentingan di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?