Kebebasan dan kegemilangan intelektual harus tetap menjadi kharakter aktivis mahasiswa. Hal itu dipelihara dan ditumbuhkembangkan lewat tradisi membaca, menulis, diskusi, kaderisasi, membangun basis massa, dan melakukan aksi-aksi protes terhadap kesewenangan dan penindasan.
Jangan berharap gerakan mahasiswa akan menghasilkan perubahan dan menjadi pandu bagi masa deoan negeri ini, jika salah satu dari faktor diatas ditinggalkan. Jangan ngaku aktivis kalau ga suka baca, ga bisa nulis, ga mau diskusi, tak punya basis massa dan enggan melakukan aksi.
Gerakan mahasiswa juga harus keluar dari konflik-konflik internal yabg tak menguntungkan. Kalau bisa format kepemimpinan dibuat sistem imamah, sehingga lebih stabil dan dapat mempersempit terjadinya intrik dan adu domba. Setelah itu arahkan pandangan dan energi untuk persoalan-persoalan eksternal. Dengan demikian gerakan akan semakin kuat. Karena tak ada gerakan yang kuat jika cakrawala berpikirnya masih dalam tempurung kampus belaka.
Marwah Gerakan
Kehormatan gerakan kampus ditegakan karena moralitas, ilmu pengetahuan, kesolidan basis massa, ketajaman berkomunikasi, dan militansi yang tinggi dalam mewujudkan idealisme jangka panjang dan jangka pendek.
Di internal kampus mestinya posisi aktivis bersejajar dengan pejabat dan atau akademisi kampus. Mereka adalah partner kerja dan partner diskusi. Jadi tak selayknya mental gerakan diletakan dalam posisi vertikal.
Secara praksis jadikan para pengelola dan akademisi sebagai narasumber dalam forum-forum diskusi formal maupun informal. Jika narasumbernya adalah seorang rektor, maka narasumber kedua mestilah ketua BEM. Undang para doktor atau para akedemisi kampus dalam diskusi-diskusi panel informal seperti di sekretariat, masjid, dsb. Dengan demikian terbangunlah mental forum dan intelektualitas yang mumpuni.
Dalam hubungan eksternal pengembangan marwah gerakan juga busa dilakukan dengan mengundang para stakeholders daerah untuk diskusi sejajar dengan mahasiswa. Jangan pedulikan kualitas materi, tapi pentingkanlah proses...jadikan mereka sebagai partner sejajar.
Sekarang ini, kampus hanya dijadikan instrument komunikasi oleh pihak eksternal. Bentuknya macam-macam, penyelenggaraan forum diskusi yang mahal, dsb. Habis diskusi habis pula perkara.
Mestinya biaya untuk "pagelaran diskusi" bisa dialokasikan untuk belasan putaran diskusi kecil yang bermanfaat bagi perkembangan intelektualis dan menfasilitasi ilmiah.
Pengembangan intelektulitas ini sangat penting dalam membangun peregerakan dimasa damai. Dan hal ini harus menjadi tradisi hingga ditemukan momentum yang pas untuk bergerak., berjuang dan kembali menggelorakan perubahan.
Bunben
Pontianak 18 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?