Beberapa waktu yang lalu saya diajak bung Qodja untuk mengisi diskusi terbatas untuk rekan-rekan BEM universitas tanjungpura pontianak. Ada sekitar 7-8 peserta diskusi saat itu. Hadir juga pada saat itu Ketua Presiden Mahasiswa Untan, Bung Rahmat Syaiful.
Bung Qodja yang meminta masukan dari tentang format gerakan mahasiswa yang ideal saat ini.
Jujur, sebenarnya saya enggan mengisi diskusi dengan tema seperti itu. Selain karena tak pernah lagi memelihara memori tentang gerakan mahasiswa masa lalu, akal dan semangat saya saat inipun sedang dipenuhi oleh dakwah-dakwah praksis modern yang sedang kami bangun bersama di Pondok Modern Munzalan Ashabul Yamin. Kerja-kerja praksis yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan dan layanan sosial sangat dibutuhkan masyarakat saat ini.
Tapi, okelah, tentu tak beradab jika saya menolak untuk mengisi sebuah majelis ilmu. Pamali. Pantang bagi seorang muslim.
Saya mengawali diskusi dengan melakukan refleksi terhadap gerakan 66, 74, 80 dan 90an. Saya menjelaskan kharakter dan format gerakan tersebut. Reflekai ini penting untuk meyakinkan bahwa gerakan mahasiswa selalu lahir dari tantangan zaman. Beda tantangan, beda gerakan, beda pula kharakter aktivis yang terbentuk dari tantangan dan pola gerakan yang dilakukan.
Nah, pertanyaan tentang bagaimana memformat gerakan mahasiswa saat ini, akan dapat dijawab jika mahasiswa dapat membaca dengan kritis tantangan jaman saat ini.
Perbedaan pola pengelolaan kekuasaan mengakibatkan perubahan pula pada pola penindasan. Mencermatinya dengan teliti akan menghasilkan pemahaman yang kuat terhadap situasi saat ini. Pemahaman atas situasi sosial,politik yang benar akan dapat membanth kita memahami akar persoalan dan sumber penyebabnya. Dari sini kemudian kita dapat merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalahan dan menentukan dimana posisi yang dapat diperankan oleh gerakan mahasiswa.
Bahwa telah terjadu pula perubahan dalam kultur mahasiswa dan pemuda sebagai motor pendorong perubahan sat ini. Perubahan ini didorong oleh kemajuan dalam bidang teknologi infirmasi. Tentu hal ini akan sangat menentukan bagaimana format taktis dalam menyampaikan persoala. Kepada masyarakat dan penggumpalan emosi pada basis massa gerakan agar dapat bersama-sama bersikap atas persoalan yang terjadi.
Bisa jadi hari ini, media massa konvensional seperti koran, radio dan televisi sudah tak relevan lagi dijadikan alat untuk mengemas gagasan dan menggulirkan propaganda. Bisa jadi pula aksi-aksi yang mengandalkan megaphone, ban bakar, dan aksi repressif justru kontraproduktif untuk memunculkan issue, membangun pemahaman yang sama atas persoapan yang muncul, atau bahkan dan memancing emosi perlawanan basis massa.
Apapun hasil pengkritisan terhadap zaman, namun tetap saja gerakan mahasiswa harus selalu terdepan dalam pengembangan pengetahuan.
Gwrakan mahasiswa perlu menjadi kantong penghasil pemimpin bangsa. Dan peluang itu terbuka begitu lebarnya. Kenapa? Karena pengetahuan hari ini ada dijari mahasiswa. Teknologi smartphone telah memungkinkan eksplorasi ilmu dan pengetahuan menjadi begitu mudah dan begitu cepat.
Jika kita piawai memanfaatkan peluang ini, besar kemungkinan para pemimpin baru lahir dari gerakan mahasiswa saat ini. Bukan dari partai politik.
Karena dengan siatem demokrasi saat ini, rasanya kita tak bisa berharap banyak kepada lembaga-lembaga politik untuk menghasilkan calon-calon pemimpin yang berintegritas sekaligus sigap menjawab tantangan jaman.
Saya sampaikan.pula bahwa satu-satunya kantung kepemimpinan bangsa yang masih bisa diharapkan hanyalah organisasi militer!
Faktor independensi gerakan mahasiwa juga perlu diberikan perhatian khusus oleh aktivis gerakan. Jangan pernah bergantung dengan mereka yang punya otoritas keuangan dan jaringan politik. Tak perlu risau jika agenda gerakan tak mendapatkan dukungan financial dan akses jaringan. Cari dan bangun sendiri!
Gerakan mahasiswa saat ini juga perlu memutus hubungan dengan tokoh-tokoh partai politik. Tak ada yang bisa kita timba dari mereka yang sedang berada di partai politik saat ini.
Yang benar justru merekalah yang harus bergantung dengan mahaiswa. Karena keran-keran yang dapat mengalirkan pengetahuan ada ditelunjuk generasi muda.
Kesempatan sungguh terbuka luas, kawan! Mari bergerak!
Bersambung
Pontianak, 18 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar?